Jumat, 29 Maret 2024

Didominasi Tembakau Lokal, PR Sukun Habiskan 9 Ton Tembakau Tiap Hari

Supriyadi
Kamis, 8 Februari 2018 19:06:36
Agus Sardjono General Affairs PR Sukun (kanan) saat menyambut kedatangan Tim Pansus RUU Tembakau. (MuriaNewsCom/Supriyadi)
Murianews, Kudus – Penggunaan tembakau impor menjadi pembahasan menarik Tim Pansus RUU Tembakau saat berkunjung di PR Sukun, Kamis (8/2/2018). Selain berkaitan dengan Permendag Nomor 84 Tahun 2017 tentang pembatasan tembakau impor, hal itu juga menjadi tolok ukur kesejahteraan petani tembakau. Anggota Pansus RUU Tembakau Fadholi mengatakan, dunia tembakau tak bisa lepas dari empat pilar pelaku rokok. Empat pilar itu adalah pabrik, petani, perokok, dan pemerintah. ”Untuk itu, kami harus tahu berapa tembakau impor yang digunakan, berapa tembakau lokal, dan di mana saja petani binaannya?” katanya. Baca : Ternyata Ini yang Ingin Diketahui Tim Pansus RUU Tembakau saat Berkunjung ke Perusahaan Rokok di Kudus Mendapat pertanyaan itu, General Affairs PR Sukun Agus Sardjono mengatakan, PR Sukun merupakan perusahaan rokok yang selalu memperhatikan petaninya. Salah satu caranya dengan mengedepankan 3M, yakni Manak, Mantu, Mati. ”Jadi kami memang selalu mengedepankan kekeluargaan. Petani binaan yang ada selalu kami dampingi. Bahkan saat ada yang manak (melahirkan), mantu (pernikahan), dan mati (meninggal) kami juga ikut pertisipasi,” katanya. Selain itu, untuk pembinaan petani, pihaknya juga sering memberikan pendampingan. Mulai dari masa tanam hingga panen. Sayangnya, untuk terkadang petani tembakau ada yang ’nakal’. Kenakalan itu terlihat saat masa panen. Jika tembakau berhasil, mereka terkadang menjual ke pihak ketiga. ”Karena itu, kami dari PR Sukun terkadang dibilang biangkerok. Itu disematkan karena kami membeli tembakau di atas harga pasar. Selisihnya kadang sampai Rp dua ribu per kilogram,” tegasnya. Dengan cara itu, lanjutnya, pihaknya bisa menjaga kualitas rokok dan memakmurkan petani. Hal ini pun saling menguntungkan. Apalagi kebutuhan tembakau di PR Sukun setiap harinya mencapai sembilan ton. Perinciannya, dari sembilan ton, dua ton di antaranya digunakan untuk membuat rokok dengan sistem Sigaret Kretek Tangan (SKT). Sementara tujuh ton sisanya digunakan untuk rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM). Hanya saja, untuk komposisi tembakau impor jumlahnya berbeda-beda. ”Untuk SKT, 93 persen kami menggunakan tembakau lokal. Sisanya (tujuh persen) menggunakan tembakau impor. Sedangkan, untuk SKM tembakau impornya mencapai 35 persen,” ungkapnya. Meski mencapai 35 persen, tegas Agus, jumlah itu berbeda-beda tergantung produknya. Untuk Sukun Executive, tembakau impor yang digunakan hanya 15 persen. Sementara untuk varian Mild lebih besar. ”Mild memang lebih besar karena  untuk membuka dan memenuhi permintaan pasar. Kalau tidak begitu, maket kami akan kalah dengan perusahaan lain,” tambahnya. Editor : Ali Muntoha Baca juga : Pansus RUU Tembakau DPR RI Minta Masukan ke 3 Perusahaan Rokok di Kudus

Baca Juga

Komentar