Jumat, 29 Maret 2024

Pemprov Butuh Terobosan Selamatkan Jateng dari Bencana

Murianews
Rabu, 20 Desember 2017 13:18:42
Warga Karangrowo Pati bertahan di rumah saat banjir melanda daerah itu beberapa waktu lalu. (MuriaNewsCom)
Murianews, Semarang – Kalangan DPR RI menyoroti tentang kualitas lingkungan hidup di Jateng yang mengalami tren penurunan. Akibatnya, potensi terjadinya bencana semakin besar. Anggota DPRD RI, Abdul Fikri Faqih mengatakan, indeks kualitas lingkungan hidup di Jawa Tengah, sesuai data Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan tren menurun. “Indeks yang menggunakan indikator kualitas air sungai, kualitas udara dan tutupan hutan ini menempatkan Jateng, pada tahun 2009 di urutan ke 20, tahun 2010 urutan ke 25 dan tahun 2011 di urutan ke 28 dari 34 provinsi di Indonesia,” katanya. Kondisi ini diperparah dengan program pembangunan yang dianggap mengabaikan aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sehingga Jateng termasuk provinsi yang rawan banjir, tanah longsor, kekeringan dan bencana lingkungan lainnya. “Bencana tersebut, menurut pakar Lingkungan Sudharto P Hadi, akibat dari terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan,” ujar kandidat doktor Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro ini. Lebih lanjut, Fikri mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2002 – 2012, Pemprov Jateng hanya mengalokasikan rata-rata 0, 34% saja dari APBD per tahun. Jika dibandingkan dengan anggaran lingkungan negara ini jumlah itu kecil, karena rata-rata anggaran lingkungan nasional adalah 1% dari APBN. Padahal Indonesia termasuk yang mengalokasikan anggaran lingkungannya kecil dibandingkan dengan negara Ghana dan Mali yang mengalokasikan anggaran lingkungannya sebesar 2,5% dari APBN mereka. “UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program pembangunan yang berwawasan lingkungan. Mengapa UU ini tidak mendapatkan perhatian serius di Jateng? Perlu dianalisis proses penyusunan APBD Jateng untuk fungsi lingkungan hidup dan juga komitmen pemerintah,” jelasnya. Ia menyarankan fokus pengelolaan lingkungan hidup, diawali dari proses penyusunan anggaran berbasis lingkungan yang dikawal oleh pemeran serta tak resmi yakni lewat musrenbang di jalur eksekutif dan lewat masa reses di jalur legislatif. “Juga melibatkan secara aktif pemeran serta resmi yang ada di DPRD. Pada alat kelengkapan dewan berupa komisi yang membidangi lingkungan hidup yakni Komisi D. Di DPRD ada juga Kaukus Lingkungan Hidup yang terdiri dari anggota-anggota dari berbagai fraksi dan anggota-anggota dari berbagai komisi, meskipun bukan alat kelengkapan dewan, namun mereka adalah kumpulan anggota yang peduli dengan isu lingkungan hidup,” terangnya. Fikri juga menyarankan perlunya terobosan baru yang disebut Comprehensive, Focused and Participatory Budgeting Proccess (CFPBP). “Jika selama ini  proses penyerapan aspirasi hanya cenderung formalitas, sekarang harus didukung dengan regulasi yang jelas berupa Perda ataupun Pergub yang mengatur secara mandatory pelibatan mereka (pemerhati lingkungan) untuk secara aktif mengawal setiap anggaran di setiap SKPD sesuai dengan aspirasi yang berkembang berasal dari masyarakat,”paparnya. Editor : Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar