Kamis, 28 Maret 2024

Ganjar Sewot dengan Pejabat Kemenpan Gara-gara Nasib GTT

Murianews
Rabu, 29 November 2017 07:45:11
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. (MuriaNewsCom)
Murianews, Semarang – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo terlihat cukup kesal dengan jawaban pejabat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) terkait nasib guru tidak tetap (GTT) atau honorer. Kepala Biro Hukum Kemenpan RB Herman Suryatman memberikan jaaban yang tak singkron, saat focus group discussion yang digelar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jateng, di Wisma Perdamaian, Semarang, Selasa (28/11/2017). Saat itu, Ganjar meminta Kemenpan RB segera memberi kepastian nasib jutaan GTT di Indonesia. Menurut dia, status GTT saat ini tidak jelas. Sebab mereka diangkat oleh kepala sekolah karena banyak sekolah yang kekurangan guru. Di Jateng kekurangan guru mencapai 49.631. Rinciannya TK, SD dan SMP sebanyak 38.859. Kemudian 4732 guru SMA, 5056 guru SMK, dan 934 guru SLB. “Kondisinya darurat guru lalu kepala sekolah inisiatif cari guru honorer,” kata Ganjar. Namun, keberadaan guru honorer atau GTT ini tidak diakui Kemendikbud. Aturan Kemendikbud, GTT tidak bisa mengikuti sertifikasi propfesi, karena tidak memiliki surat keputusan pengangkatan dari pemerintah daerah. “Sedangkan untuk mengangkat GTT, bupati wali kota tersandera peraturan pemerintah (PP) nomor 48 tahun 2006 yang melarang pengangkatan guru honorer, mereka tidak berani melanggar aturan,” kata Ganjar. Saat itu, Kepala Biro Hukum Kemenpan RB Herman Suryatman mengatakan, GTT bisa diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) atau diangkat sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Namun aturan PPPK masih digodok dalam rancangan peraturan pemerintah yang baru.  Menurutnya, saat ini RPP ke Menteri Sekretariat Negara, dan pihaknya masih menunggu. Ganjar kemudian mengirim pesan singkat kepada Mensetneg Pratikno. Ia mendapat jawaban bahwa RPP masih di Kemenpan RB. Ganjar pun meradang. “Ini bagaimana, GTT tidak bisa diselesaikan dengan politik seterika begini,” ujarnya. Suasana semakin menghangat ketika salah seorang pengurus PGRI Purbalingga mengatakan jika Pemkab Purbalingga akan mengangkat GTT secara resmi dengan dasar PP 19 Nomor 2017. PP itu adalah turunan dari UU guru dan dosen yang pada pasal 59 ayat 3 menyatakan pemerintah daerah wajib mengisi kekosongan guru demi kelangsungan proses belajar mengajar. Ganjar kembali bertanya pada Herman, apakah pengangkatan GTT dengan PP 19/2017 itu dibolehkan? Herman ternyata tidak tegas menjawab. Ia hanya menjelaskan bahwa dalam undang-undang kepegawaian hanya mengenal ASN dan PPPK. Ganjar terus mendesak Herman untuk tegas. Sebab menurutnya, Kemenpan RB ikut bertanggung jawab dalam kisruhnya persoalan GTT dan PTT. “Jika ternyata penggunaan PP 19 bisa, mengapa harus menunggu revisi PP 48?. Tapi kalau ternyata tidak boleh dan Purbalingga sudah terlanjur mengangkat kemudian kena masalah hukum bagaimana? Saya minta saudara menjawab tegas di sini, boleh atau tidak boleh,” kata Ganjar. Setelah didesak, Herman baru menegaskan bahwa penggunaan PP 19 tidak dibenarkan. Pengangkatan GTT harus menunggu revisi PP 48. Situasi semakin runyam karena penggunaan PP 19 tak didukung oleh Sekretaris Dirjen Guru dan Tenaga Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dr Nurjaman. “PP itu lex spesialisnya di undang-undang guru dan dosen jadi boleh saja,” paparnya. Begitu juga dengan Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi yang menyebut, bahwa beberapa daerah sudah menerapkan PP 19 tersebut. “Ada di Jawa Timur, NTB dan beberapa kabupaten di provinsi lain. Bisa dan tidak masalah,” terangnya. Editor : Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar