Jumat, 29 Maret 2024

Penghayat Kepercayaan Jepara Minta Pemerintah Sosialisasikan Putusan MK ke Masyarakat

Padhang Pranoto
Jumat, 10 November 2017 19:58:14
Ilustrasi
Murianews, Jepara - Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan penghayat kepercayaan, terkait pencantuman aliran kepercayaan pada kolom  agama di KTP atau KK. Lalu bagaimana kondisinya di Jepara, setelah putusan tersebut keluar? Subiyato seorang penghayat aliran kepercayaan di Jepara, mengaku perlu lebih banyak sosialisasi terkait putusan tersebut. Hal itu agar masyarakat luas, mengetahui bila kini aliran kepercayaan telah diakui keberadaannya secara legal oleh negara.  Dikatakannya, sosialisasi amat penting, karena diskriminisasi kerap kali terjadi pada penghayat kepercayaan. Hal itu karena penghayat dianggap menyimpang dari ajaran agama yang diakui oleh negara.  "Untuk menghindari hal seperti itu, maka penghayat mencantumkan agama tertentu, di KTP," ujarnya, Jumat (10/11/2017). Terpisah, Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jepara Agus Tri Harjono mengungkapkan, di Jepara ada enam kelompok penghayat kepercayaan. Mereka adalah Ilmu Sejati, Mustika, Kapribaden, Sapta Darma, Pramono Sejati dan Subut.   Menurutnya, selama ini penghayat masih mencantumkan agama tertentu (selain aliran kepercayaan pada Tuhan Agama Yang Maha Esa) pada kolom agama di KTP. Setelah muncul putusan dari Mahkamah Agung, Agus mengatakan ada beberapa diantara penghayat yang ingin mengubah status agama.  "Kami tak tahu apakah mereka (penghayat) semua ingin merubah data kependudukan, namun pada beberapa kali pertemuan nampak ada yang berkeinginan untuk merubahnya," tuturnya.  'Terkait sosialisasi secara resmi, pihaknya masih menunggu arahan dari pemerintah pusat.  Sebelum gugatan penghayat kepercayaan dikabulkan oleh MK, pada kolom KTP ataupun KK penghayat dikosongi. Hal itu sesuai dengan pasal 61 uu no 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan dan pasal 64 uu no 24 tahun 2013 tentang perubahan uu nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.  Pada undang-undang tersebut dinyatakan, bagi  penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.  Akan tetapi, kenyataan di lapangan, ketika kolom agama dikosongi penghayat kepercayaan seringkali mengalami diskriminasi dalam pekerjaan maupun dalam pendidikan.  Editor: Supriyadi

Baca Juga

Komentar