Kirab Satu Sura di Solo, Ganjar dan Para Menteri Pun Tak Boleh Selfie

Menteri Dalam Negeri Thajo Kumolo (kiri), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (tengah) dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat mengikuti proses kirab malam satu Suro, di Pura Mangkunegaran, Surakarta. (Istimewa)
MuriaNewsCom, Surakarta – Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bersama sejumlah menteri mengikut prosesi kirab pusaka malam satu Sura di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Rabu (20/9/2017) malam.
Para menteri yang ikut dalam proses itu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang sejak pagi sudah berada di Jawa Tengah.
Ganjar bersama para menteri mengikuti prosesi dengan mengenakan baju tradisional dan berjalan tanpa alas kaki. Hal tersebut merupakan tata krama untuk mengikuti ritual tersebut agar berjalan dengan khusyuk dan khidmat.
Selain berjalan tanpa alas kaki peserta kirab juga diwajibkan untuk tidak berbicara, atau tapa bisu selama prosesi berlangsung. Bahkan para peserta juga dilarang berswafoto, karena akan mengurangi nilai dari ritual sakral itu sendiri.
“Semua peserta kirab tidak boleh pakai selop dan HP harus dimatikan. Tidak boleh selfie karena ini nanti akan mengurangi nilai dari proses upacara sendiri. Jadi ini bukan karnaval atau pawai tapi ini memang prosesi kirab ritual jadi harus kita hormati,” kata Panitia Pelaksana Kirab Pusaka satu Suro Pura Mangkunegaran, Joko Pramudyo.
Menteri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah sangat mendukung adanya kirab malam Satu Suro ini, karena juga bisa meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Surakarta. Sehingga dengan banyak turis-turis tersebut perekonomian masyarakat mulai dari perhotelan, kerajinan tangan dan kuliner dari pelaku UMKM akan laku.
Dia juga berpesan agar kota-kota heritage seperti, Surakarta dan Yogyakarta tidak meninggalkan adat istiadat dan tradisi budaya meski tetap harus memajukan daerahnya dengan kemajuan teknologi.
“Sangat mendukung karena yang banyak menghasilkan devisa ya dari pariwisata itu. Pokoknya Solo boleh modern, Jogja juga boleh modern tetapi jangan meninggalkan adat istiadat dan tradisi budaya,” pungkasnya.
Editor : Ali Muntoha
Ruangan komen telah ditutup.