Kamis, 28 Maret 2024

Perajin Gula Tumbu Terdesak Perluasan Pabrik di Pecangaan Jepara

Padhang Pranoto
Selasa, 1 Agustus 2017 14:00:30
Pekerja melakukan proses pembuatan dan penggilingan tebu menjadi gula merah di Kabupaten Jepara, Selasa. (MuriaNewsCom/Padhang Pranoto)
Murianews, Jepara - Desa Gemulung, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, dikenal sebagai satu dari banyak wilayah penghasil gula tumbu (wadah bambu). Namun kini, usaha pembuatan gula tradisional itu kian terdesak dengan perluasan pabrik yang mencaplok lahan tebu.  Kondisi ini tentu memengaruhi geliat usaha gula rakyat ini. Dari puluhan brak atau tempat pembuatan gula tumbu di tahun 90-an, kini hanya menyisakan belasan yang masih berproduksi.  Hal itu dikatakan oleh seorang perajin gula tumbu Norkhan (54). Warga asli Desa Gemulung itu mengungkapkan, bagaimana usaha itu sempat berjaya lalu kemudian meredup tahun-tahun belakangan ini.  "Saya mewarisi usaha ini dari ayah saya yang berusaha sekitar awal tahun 1980an. Lalu kemudian saya teruskan pada pertengahan tahun 90an. Dulu ada sekitar 22 brak atau gudang pembuat gula tumbu, kalau sekarang saya hitung-hitung tinggal 11 buah yang masih berproduksi," katanya, Selasa (1/8/2017). Pada masa jayanya penggilingan tebu tradisional milik warga selalu ramai didatangi bakul (pembeli) saat musim panen tebu. Namun kini, ia mengatakan relatif sepi.  Menyusutnya jumlah brak ditengarai karena ekspansi pabrik tekstil yang mencaplok lahan tebu. Ia mengatakan, lahan tebu yang digunakan oleh pabrik sekitar 40 hektare lebih. "Hal itu tentu saja berpengaruh ke petani. Karena bahan produksinya pasti berkurang," kata dia.  Namun demikian, ia tak menampik saat rencana pembelian pabrik dirinya ikut menjual sebagian lahannya. Norkhan mengaku menjual enam kotak lahan tebu miliknya kepada pemilik pabrik. Namun kini, ia sedikit mengaku kecewa.  "Ya akibatnya sekarang petani tidak dipentingkan merasa tidak diutamakan. Saat ini untuk usaha ini ya sak mlakune (pasrah) seadanya pasokan tebu dan juga karyawan penggiling juga sekarang sulit dicari," ucap dia.  Seorang pekerja brak  lain Joko juga mengakui hal serupa. Ia mengatakan saat ini proses penggilingan paling lama memerlukan waktu tiga bulan. Hal itu berbeda dengan beberapa tahun silam. "Dulu proses penggilingan itu sampai tiga bulan lebih. Namun kini hanya sampai dua setengah hingga maksimal tiga bulan, proses produksi sudah mandeg. Sebabnya ya bahan baku tebu sudah berkurang karena lahannya sudah berubah fungsi. Selain itu juga banyak brak tua sudah tak berproduksi lagi," ungkapnya.  Dari sisi harga, ia mengatakan untuk satu tumbu (1,6 kuintal) berkisar sekitar Rp 600 ribu lebih. Gula itu kebanyakan dibeli oleh pedagang asal Gebog, Kabupaten Kudus. Adapun gula tumbu kebanyakan digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap, roti tradisional, bumbu, sambal dan sebagainya.  Ditengah himpitan tembok pabrik, perajin gula tumbu di Gemulung ada perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan luasan ladang tebu. Menurut perajin, hal itu adalah hal pokok untuk mendukung usaha penggilingan dan pemasakan gula tradisional.  Editor : Akrom Hazami  

Baca Juga

Komentar