Kamis, 28 Maret 2024

Mental Kita Masih Suka Tak Tertib

Ali Muntoha
Rabu, 26 April 2017 10:35:26
Ali Muntoha [email protected]
[caption id="attachment_113620" align="alignleft" width="150"] Ali Muntoha
[email protected][/caption] KETIKA ada seseorang yang diindikasi melakukan tindak pidana korupsi, semua orang lantang berteriak-teriak mengecam dan langsung melabeli sebagai pendosa. Namun ketika kita sendiri atau orang-orang terdekat kita melakukan korupsi, kita akan langsung bungkam, bahkan menganggapnya bukan sebagai sebuah kejahatan. Apalagi sering kali kita tak menyadari tindakan sehari-hari kita juga masuk dalam kategori korupsi. Kita cenderung mengabaikannya, karena menganggap hal itu sebagai sebuah remeh temeh. Terlambat datang kerja, mengabaikan aturan, dan kecenderungan untuk tidak tertib. Diakui atau tidak, sikap tak mau tertib ini merupakan awal dari tindakan korup. Setiap orang mempunyai potensi yang cukup besar untuk melakukan tindakan korup. Bahkan jika orang itu sangat alim pun, jika dihadapkan dalam kondisi tertentu maka jiwa untuk korupnya akan muncul. Penelitian yang dilakukan tim dari University of Amsterdam dalam laporan berjudul “The Road to Bribery and Corruption: Slippery Slope or Steep Cliff?”, menyuguhkan fakta bahwa jika diberi kesempatan, orang-orang akan secara mendadak terdorong untuk bertindak korup. Contohnya, menyuap petugas supaya urusan lebih mudah, menyogok polisi agar tidak ditilang atau lainnya. Dan inilah yang terjadi di Indonesia pada saat ini. Selasa (25/4/2017) sore kemarin, petugas gabungan Satlantas Polres Kudus dan Dinas Perhubungan melakukan razia untuk menertibkan pengendara bandel yang melintas di Ringroad Utara Kudus. Dari sini kelihatan jika jiwa tak tertib masyarakat masih besar. Puluhan kendaraan terutama sepeda motor langsung putar arah, ketika melihat di depan mereka ada polisi. Padahal saat itu jam pulang kerja, alhasil kendaraan yang berhgenti mendadak ini nyaris menimbulkan kecelakaan. Ketidaktertiban mereka ini membuat mereka ketakutan dengan razia polisi. Jika ada yang gak sempat putar arah, dan keburu dihentikan polisi, sementara surat-surat mereka tidak lengkap, atau tak memakai helm. Seribu jurus akan digunakan, minta keringanan hingga mencoba menyogok polisi, persis seperti hasil penelitian para pakar tadi. Padahal jika sejak awal kita sudah memulai bersikap tertib, maka tidak akan muncul rasa ketakutan-ketakutan seperti itu. Selama perjalanan juga tak akan dihantui rasa takut akan dikejar polisi, dan nyaman dengan mengikuti seluruh aturan-aturan lalu lintas. Itu contoh hal sepele yang berujung pada sikap korup manusia. Sikap korup ini pada setiap orang takarannya berbeda, tergantung bagaimana pengendalian seseorang untuk menekan sikap tersebut. Sikap korup ini juga layaknya narkoba, sekali melakukannya dan merasa aman, maka rasa ketagihan akan muncul. Semakin sering melakukanya, maka akan semakin besar rasa ”ketergantungannya”. Hukuman pun tak akan bisa langsung serta merta menghentikan sikap korup ini, sama seperti narkoba. Oleh karenanya, sebelum semakin menjadi, kita harus bisa membentengi diri menekan potensi untuk bertindak korup, dengan memulai bersikap tertib untuk semua hal. (*)

Baca Juga

TAG

Komentar