Kamis, 28 Maret 2024

Madrasah Bukan Kelas Dua

Murianews
Senin, 27 Maret 2017 17:19:37
Farid Jaelani, Alumni Madrasah Assalam, Kabupaten Kudus
[caption id="attachment_110819" align="alignleft" width="150"] Farid Jaelani, Alumni Madrasah Assalam, Kabupaten Kudus[/caption] MADRASAH merupakan sebuah wadah pendidikan Islam yang bernaung di Kementerian Agama. Madrasaah pada hakikatnya mempunyai sejarah yang cukup panjang. Berawal dari visi utama yakni berupa pendidikan nonformal berupa dakwah Islam yang dikhususkan untuk mengajarkan berdakwah. Pada mulanya pendidikan Islam di nusantara dilaksanakan di beberapa rumah warga sekitar dengan diajar oleh seorang guru atau yang disebut dar al-arqam. Setelah mengalami beberapa perkembangan maka diadakan di masjid atau yang disebut halaqoh. Perkembangan madrasah muncul sekitar akhir masa belakangan yaitu perkembangan madrasah. Arti dari madrasah adalah diambil dari kata Darasa yang berarti belajar, sehingga arti dari madrasah itu sendiri adalah tempat belajar. Secara teknis madrasah mencetak generasi yang melahirkan generasi bangsa dan agama yang berakhlak karimah. Di samping itu madrasah punya khas pelajaran tersendiri yaitu mata pelajaran agama. Istilah nama madrasah diambil sebagai pendidikan Islam yang muncul dari Nisapur, tetapi tersiarnya melalui santri Saljuqi yang bernama Nizam Al-Mulk, yang mendirikan madrasah Nizamiyah. Selanjutnya Gibb dan Kremes menuturkan bahwa pendiri madrasah terbesar Nizam Al-Mulk adalah Salahuddin Al-Ayyfihi. Secara teknis sekolah umum dengan madrasah pada dasarnya sedikit berbeda. Madrasah pada khususnya menyajikan beberapa mata pelajaran umum, di samping itu juga ada mata pelajaran agama. Madarasah pada prinsipnya tidak kalah beda dengan sekolah pada umumnya. Tapi memang ada yang madrasah hanya memberikan mata pelajaran khusus agama saja bahkan mata pelajaran umumpun tidak diberikan. Madrasah yang menyajikan pelajaran agama yakni sering disebut dengan madrasah diniyyah. Di madrasah  tersebut pun  ada tingkatannya, halnya seperti sekolah pada umumnya. Sejarah Madrasah  di Indonesia                                                                                                                                Menurut buku-buku sejarah pendidikan islam bahwasanya tidak pernah ditemukan secara pasti tentang kapan dan di mana kali pertama adanya lembaga pendidikan Islam ini. Sehingga demikian para sejarawan Islam di Indonesia belum menemukan secara pastinya. Akan tetapi, madrasah sebagai suatu  sistem pendidikan Islam yang berkelas dan mengajarkan pelajaran umum dan keagamaan sudah muncul pada awal abad ke-20. Menurut penyusun dari Kementrian Agama RI, menyebutkan bahwa madrasah pertama kali didirikan adalah madrasah Adabiyah di Padang, di dirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun1909. Dulu nama resminya Adabiyah School, yang pada tahun 1915 dirubah menjadi HIS  Adabiyah. Akhirnya pada pascaindonesia merdeka ditetapkan madrasah  sama dengan sekolah dengan konotasi khusus yang mana di bawah naungan Kementerian  Agama. Kemunculan madrasah tidak lepas dari ketidakpuasan masyarakat terhadap pendidikan di pesantren yang mana lembaga tersebut hanya menitikberatkan pada agama semata. Namun berbeda dengan pendidikan umu kala itu yang justru mementingkan pelajaran umum saja. Dengan hadirnya madrasah di Indonesia dilatar belakangi oleh hasrat masyarakat untuk selalu menyeimbangkan antara mata pelajaran agama dengan umum. Dengan demikian munculnya madrasah di Indonesia ini, merupakan suatu anugerah terbesar bagi umat Islam. Sekolah-sekolah berbasih islam ini sekarang seolah-olah bagaikan jamur di musim hujan. Artinya madrasah di Indonesia begitu besar dan tersebar di seluruh Indonesia bahkan pelosok pedesaan. Madrasah di Mata Masyarakat                                                                                                                  Berbicara tentang madrasah, menganggap bahwa lembaga pendidikan Islam tersebut mutunya lebih rendah dari pada lembaga pendidikan umum lainnya. Meskipun demikian madrasah pada intinya justru kualitasnya lebih unggul dari pendidikan lainnya. Hal ini bisa dilihat dalam kurikulum pembelajarannya yang begitu meyeimbangkan antara pelajaran umum dan agama. Namun kesuksesan dalam madrasah dalam kualitasnya belum mampu mengubah pandangan masyarakat yang menganggap negatif. Penggapan negatif oleh masyarakat, dilandasi dan ditinjau tentang penguasaan terhadap pelajarannya. Siswa madrasah pengusaanya terhadap ilmu-ilmu agama justru lebih rendah dari pada siswa pondok pesantren. Begitu juga dengan penguasaanya terhadap ilmu-ilmu umum,  justru lebih rendah dari anak dari sekolah umum. Hal ini yang melandasi masyarakat tentang hal tersebut. Jadi pada intinya mereka menganggap madrasah serba mentah dalam pelajarannya. Hal itulah menyebabkan madarasah dianggap sebagai tempat pembelajaran yang serba tanggung. Tapi perlu berbangga adanya madrasah. Jika ditelisik bahwa madrasah itu manajemennya lebih unggul dari pesantren salafiyah (tradisional). Tapi justru dalam pelajarannya madrasah masih kalah saing terhadap pesantren tersebut. Hal demikian wajar karena beban siswa tidak hanya agama saja, melainkan masih ada mata pelajaran umum. Dengan tantangan demikian, berbagai upaya dalam rangka mengualitaskan madrasah terus dilakukan. Tugas tersebut bukan hanya tugas dari pihak kementrian agama, akan tetapi tugas dari masyarakat dan pemerintah. Usaha tersebut baru terealisasi yakni dikeluarkanya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 mentri, antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Menteri Pendidikan dan kebudayaan pada tahun 1975. Tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Tentang Akreditasi Madrasah                                                                                                                    Akreditasi merupakan hal yang paling penting dalam sebuah lembaga pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan Islam yang notabenenya masih sebagian besar berstatus swasta. Membahas tentang akreditasi bahwasanya menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang  sistem pendidikan nasional dalam pasal 60  dijelaskan bahwa, akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program satuan pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Akreditasi madrasah sering dijadikan tolak ukur masyarakat. Tapi pada kenyataan masyarakat menggap bahwa madrasah selalu berakreditasi B. Namun pada kenyataan madrasah mengupayakan sekuat  tenaga yang bekerja sama dengan kementerian agama untuk selalu memberikan pelayanan pendidikan yang layak  demi ikut mencerdaskan generasi penerus bangsa. Madarasah selalu mengutamakan konsep standar nasional pendidikan ( SNP) karena  ada kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Indonesia. Kriteria yang selalu diutamakan adalah standar kompetensi lulusan, isi, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana prasaran, pengelolaan, pembiayaan pendidikan dan penilaian pendidikan. Hal itulah yang mengacu madrasah yang selalu untuk terus mengualitaskan peserta didiknya. Hal ini terlihat jika akreditasi sebuah madrasah madrasah baik, maka kemungkinan besar lulusannnya akan mencetak insan yang profesional dalam bidangnya. Begitu juga siswanya mampu bersaing dengan sekolah lain. Hal ini terlihat ketika kemenag menyelenggarakan aksioma dan KSM setiap tahunnya. Kegiatan tersebut diharapkan mampu menggali bidang peserta didik dibidang sains dan teknologi. Akreditasi memang sangat dibutuhkan dalam rangka penjaminan mutu sebuah madrasah. Menurut ketua BAN S/M Abdul Muti mengatakan bahwa alokasi anggaran madrasah di Kementerian Agam  RI akan dinaikkan, termasuk dana anggaran untuk akreditasi. Menanggapai dari persoalan  tersebut seharusnya kita berterima kasih kepada Kemenag, bahwasanya dana akreditasi akan dinaikkan dan secara otomatis, dana dari pihak madrasah pun bisa berhemat karena adanya suplai dari Kemenag. Namun pihak madrasah tidak boleh berbangga dulu dengn adanya bantuan tersebut. Seharusnya bantuan tersebut yang sudah cair nantinya harus benar-benar digunakan untuk keperluan akreditas dan tentunya tidak boleh adanya tangan-tangan jahil yang mencampurinya. Madrasah memang seharusnya mempunyai dana anggaran tersendiri untuk sarana, prasarana,isi, dan standarnya. Hal demikian pun itu harus tetap menjadi pertimbangan matang untuk kemenag. Permasalahanya madrasah sekarang banyak yang gulung tikar karena masih kekurangan dana untuk penunjang pengembangan pendidikan. Di sinilah peran seorang pengawas pendidikan bagian Kemenag yang turut andil dalam permasalahan tersebut. Setiap tahunnya Kemenag menyuplai dana bahkan memberi bantuan khusus untuk pengembangan pembangunan madrasah, terutama sumbangan dana akreditasi dan  setiap tahunnya  terus dilakukan pelatihan teknis akreditasi. Madrasah ke Depan                                                                                                                                       Sering kali madrasah dijadikan bahan tempat pembelajaran yang serba nanggung. Hal inilah yang dirasa semua pihak madrasah se-Indonesia bangkit dengan adanya permasalahan tersebut. Madarasah sekarang beda dengan madrasah dengan masa lampau. Dulu madrasah sering ketinggalan pelajaran terutama ketinggalan mata pelajaran umumnya. Namun pada sekarang madrasah sudah setara dengan sekolah umum. segi sarana, prasaran dan Mata pelajaran madrasah sekarang sudah disamakan dengan sekolah umum  bahkan jam mata pelajarannya pun hampir sama. Tak hanya segi pelajarannya, output dari madarasah pun sudah menandingi sekolah umum, bahkan sering kali keluaran atau lulusan dari anak madrasah melanjutkan perguruan tinggi negeri favorit. Selain itu madrasah ditahun sekarang selalu menjuarai  dalam perlombaan dengan sekolah umum. Hal ini lah  yang menjadikan madrasah selalu terangkat derajatanya di mata masyarakat. Oleh karena itu diharapkan adanya pemantauan madrasah dari Kemenag dapat memperbaharui citra madarasah di masyarakat. Bahkan dengan hadirnya madrasah di tengah tengah masyarakat dapat menjadi tempat pembalajaran ilmu-ilmu umum maupun agama. Yang mana ilmu-ilmu tersebut merupakan ilmu dari Tuhan. Kerja sama semua pihak terkait dengan pencintraan madrasah sangat penting. Dengan adanya kerja sama tersebut dapat mengangkat derajat yang mumpuni, sehingga madrasah kelak akan melahirkan output yang berkualitas, mempunyai daya saing yang tinggi di zaman globalisasi ini. Khususnya madrasah tidak meninggalkan identitas mereka sebagai output di bidang Agama. Wallahu a’lam bishowab. (*)   (Farid Jaelani, Anggota Klub Bahasa Arab UIN Walisongo Semarang, warga Desa Wates, Undaan, Kudus. Artikel ini dimuat MuriaNewsCom, Senin 27 Maret 2017).  

Baca Juga

Komentar