Kamis, 28 Maret 2024

Bersantun Ria dalam Komunikasi Digital

Murianews
Selasa, 21 Maret 2017 12:01:40
Mutohhar, M.Pd. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Muria Kudus
[caption id="attachment_110422" align="alignleft" width="150"] Mutohhar, M.Pd. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Muria Kudus[/caption] PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi saat ini sudah sangat mewarnai berbagai lini kehidupan masyarakat di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah layanan komunikasi digital. Berbagai macam pengembang aplikasi media komunikasi digital dengan mudah bisa didapatkan dan digunakan dengan gratis, mulai dari BBM, WhatsApp, Line, Telegram. Setelah media BBM yang sempat booming beberapa saat, kini masyarakat lebih beralih ke media komunikasi WhatsApp karena dipandang lebih cepat dan layanan fitur yang lebih lengkap. Dari sekian banyak layanan fitur yang ada, fitur grup menawarkan sebuah layanan untuk bisa berkomunikasi secara massal atau kelompok. Komunikasi dalam grup seakan menjadi kebutuhan setiap orang. Mereka bisa berinteraksi dengan banyak orang yang sudah dimasukkan sebagai anggota dalam grup tersebut. Hanya banyak yang belum atau bahkan tidak menyadari bahwa komunikasi massal dalam media komunikasi digital berbeda dengan komunikasi secara langsung. Fenomena anggota kelompok yang memutuskan keluar dari grup menjadi indikasi belum atau tidak siapnya seseorang menjadi bagian dalam komunikasi di grup tersebut. Meskipun secara teknis banyak kemungkinan – kemungkinan yang menjadi penyebabnya. Tidak jarang juga, terjadi berbagai perdebatan kecil yang mewarnai komunikasi dalam kelompok grup tertentu yang berujung pada keputusan keluar dari grup tersebut. Tulisan ini mencoba memotret berbagai fenomena dalam komunikasi digital Komunikasi Nonverbal Berbeda dengan layanan SMS yang sekadar memfasilitasi pengiriman pesan melalui teks, WhatsApp memanjakan penggunanya untuk bisa menyampaikan pesan atau informasi sekaligus menyampaikan keadaan pesan tersebut melalui berbagai pilihan emoticon seperti tertawa, sedih, serius atau marah. Keberadaan emoticon dalam komunikasi digital menjadi penting karena dalam komunikasi digital orang tidak bisa langsung mengerti kondisi dan keadaan penyampai pesan, sehingga memungkinkan para penerima pesan salah dalam memahami konteks yang sebenarnya. Hanya, kondisi ini belum sepenuhnya dilakukan oleh setiap orang yang menjadi bagian dalam komunikasi tersebut. Bisa jadi karena dalam proses penyampaiannya terburu-buru atau memang ketidaktauan penyampai pesan. Maksim kemufakatan Berkomunikasi secara massal dalam media digital, diperlukan sebuah kemufakatan terkait dengan apa yang ingin dibagikan atau disampaikan. Berbagai permasalahan yang muncul misalnya ada sebagian penerima yang kemudian merasa tidak nyaman ketika seseorang membagikan sebuah pesan yang sekadar iseng atau hanya copy paste dari sebuah sumber, kemudian timbullah sebuah perdebatan di dalamnya. Kemufakatan tersebut biasanya didasarkan atas tujuan dari dibentuknya sebuah kelompok yang akan terlibat dalam komunikasi, misalkan sebuah asosiasi atau organisasi tertentu, maka kecenderungan yang muncul adalah kemufakatan bahwa apapun yang dibagikan atau disampaikan berkaitan dengan informasi atau berita yang berkaitan dengan kebutuhan asosiasi tersebut. Berbeda lagi dengan kelompok pertemanan, maka biasanya lebih fleksibel, biasanya kemufakatan yang diambil juga lebih luwes, bisa informasi, berita, atau sekadar obrolan ringan yang akan dikomunikasikan. Maksim Relevansi Intensitas komunikasi lewat media digital tidak pernah mengenal waktu, kapanpun setiap anggota kelompok bisa melakukan tindak komunikasi kapanpun waktu yang dikehendaki. Dengan bentuk komunikasi yang seperti ini diperlukan adanya kepatuhan terhadap relevansi antara satu pesan informasi terhadap pesan lainnya. Kejadian yang sering ditemukan adalah disaat seseorang menyampaikan sebuah informasi atau pesan tertentu, anggota lainnya justru menyampaikan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan informasi yang telah disampaikan sebelumnya. Dengan kata lain, orang kedua tersbut justru menyampaikan informasi atau pesan baru lainnya. Hal ini bisa mengakibatkan kebingungan anggota lainnya saat akan menanggapi pesan yang pertama diterima. Dari sisi penanggap pesan atau informasi, persoalan ini tidak menjadi persoalan, karena ada sebuah fitur yang digunakan untuk menanggapi pesan atau informasi yang diinginkan. Di sinilah kemudian perlu adanya kepatuhan terhadap relevansi. Bahwa setidaknya ketika anggota lain ingin menyampaikan informasi baru, perlu ada sebuah retorika dengan merespon pesan sebelumnya atau sebuah pemberitaan tentang akan disampaikannya informasi baru yang berbeda atau tidak berhubungan dengan yang sebelumnya. Kesimpulan Adanya perbedaan antara komunikasi langsung face to face dengan komunikasi media digital, setiap orang harus melek terhadap berbagai penggunaan layanan yang disediakan dalam media digital tersebut. Jangan sampai terjadi sebuah kelatahan akan media digital tanpa diimbangi dengan bagaimana pemanfaatannya secara baik, sehingga tujuan utama dari keberadaan kelompok yang dibuat tidak berujung pada sebuah persoalan baru kaitanyya dengan adanya kesalahpahaman atau ketidaksampaian informasi atau pesan yang diharapkan.   (Mutohhar, M.Pd. Dosen Universitas Muria Kudus. Warga Tenggeles, Mejobo, Kabupaten Kudus. Artikel ini dimuat di MuriaNewsCom, Selasa 21 Maret 2017)  

Baca Juga

TAG

Komentar