Jumat, 29 Maret 2024

Budaya Senggol Bacok Belum Sepenuhnya Hilang di Jepara

Supriyadi
Jumat, 2 Desember 2016 10:10:12
Supriyadi [email protected]
[caption id="attachment_102152" align="alignleft" width="150"]Supriyadi terassupriyadi@gmail.com Supriyadi
[email protected][/caption] MINGGU, 20 November 2016, seorang pemuda ditemukan tewas bersimbah darah karena tusukan senjata tajam di Desa Bantrung, Kecamatan Batealit, Kabupaten Jepara. Pembunuhan tersebut pun langsung beredar luas bahkan menjadi viral di media sosial. Gara-garanya, pemuda yang diketahui bernama Andik Yulianto (26) warga Desa Bulungan RT 08/RW 1, Kecamatan Pakis Aji tersebut berprofesi sebagai debt collector. Masyaraat pun mulai menghubung-hubungkan dan membuat berbagai kesimpulan. Beberapa kesimpulan bahkan terlontar dari teman-teman saya saat nongkrong di warung kopi. Pertama, mereka menduga Andik dibunuh oleh orang yang ditagih. Opini itu terlontar karena melihat image seorang debt collector yang selalu garang, ngomongnya kaku dan kasar, hingga mempunyai banyak musuh. Ada juga yang menduga korban tewas karena rebutan perempuan. Lagi-lagi, hal itu didasarkan pada pola hidup debt collector yang terkesan mewah, suka hiburan malam, dan (maaf) suka ganti-ganti perempuan. Meski tidak semua debt collector seperti itu, teman saya yang sepropfesi pun mengamininya. Namun, ada juga yang menghubungkannya dengan kompetisi di lapangan yang kurang sehat. Biasanya antar-debt collector, terutama yang berbeda perusahaan akan berlomba-lomba mendapat klien sebanyak-banyaknya. Disinilah terkadang muncul persaingan kurang sehat hingga membuat selisih faham. Munculnya opini-opini tersebut langsung menjadi bumbu sedap untuk mengikuti kasus tersebut. Apalagi, segala kemungkinan memang bisa saja terjadi. Kebanyakan orang tentu tak langsung percaya jika debt collector dibunuh tanpa adanya motiv tertentu. Selang satu pekan, pelaku akhirnya ditangkap. Di luar dugaan, semua dugaan tersebut terbantahkan. Debt collector yang jadi korban pembunuhan tersebut bisa dibilang karena hal sepele. Ia menjadi korban pembunuhan karena saling senggol saat naik sepeda motor usai melihat orkes dangdut di Desa Langon, Kecamatan Tahunan. ”Lah dalah, Jebul senggol bacok orak pembunuhan,” tulis salah satu teman saya melalui saluran WhatsApp. Kala itu, koban berjalan beriringan dengan para pelaku. Tiba-tiba saja, tersangka Kuswo (40) yang mengendarai motor Vega disrempet oleh korban Andik yang memboncengkan Ridwan (25). Tersangka Kuswo pun memperingatkan Andik supaya naik motor pelan-pelan, namun korban tidak menerimakan dan menendang motor Kuswo hingga keduanya terjatuh. Sebelum itu, korban Andik menendang motor Revo yang dikendarai oleh Taufik (22) dan Sofyan (26) hingga jatuh. Usai terjatuh inilah aksi saling pukul terjadi. Senjata tajam yang digunakan oleh pelaku untuk menusuk korban sebenarnya adalah milik korban Andik. Namun karena kalah saat berkelahi akhirnya senjata tajam itu dikuasai oleh pelaku dan digunakan untuk menusuk korban.Setelah kedua korban terluka, ketiga pelaku melarikan diri meninggalkan kedua korban. Namun, nahas Andik tak terselamatkan, sementara Ridwan masih bisa selamat. Kasus tersebut menjadi bukti jika budaya senggol bacok ternyata belum sepenuhnya di Jepara. Apalagi mereka yang terlibat kebanyakan masih cukup muda, empat di antaranya bahkan masih berumur antara 22-26 tahun. Meski terbilang sudah cukup berumur, ternyata ego dan amarah  masih belum bisa dikendalikan. Hanya karena disenggol dan terjatuh, mereka terlibat perkelahian hingga menghilangkan nyawa seseorang. Hal tersebut tentu sangat mengurut dada. Terlebih, dengan usia di atas 20 tahun, seharusnya bisa lebih bijak menyikapi masalah. Meski begitu, polisi juga harus melihat unsur orkes yang didatangi para pelaku sebelum kejadian. Bisa jadi ketika menonton hiburan dangdut tersebut mereka menenggakminuman keras. Ini mengingat banyak miras yang beredar saat ada hiburan orkes. Selain itu, dari pengakuan tersangka, senjata tajam yang ditusukkan ke tubuh korban berasal dari korban sendiri. Artinya, sudah ada niatan tidak baik, atau kekhawatiran berlebihan hingga harus melindungi diri dengan senjata. Beruntung, jatuhnya korban tidak bertambah. Salah satu korban bisa diselamatkan setelah mendapat penanganan medis. (*)

Baca Juga

Komentar