Kamis, 28 Maret 2024

Petani Cemas, Keberadaan Pupuk di Grobogan Mulai Langka

Dani Agus
Rabu, 23 November 2016 09:00:31
Seorang petani di Grobogan sedang melakukan pemupukan tanaman padinya. (MuriaNewsCom/Dani Agus)
Murianews,Grobogan-Sejumlah petani di beberapa kecamatan di Grobogan meminta dinas terkait agar menambah pasokan pupuk. Hal itu terjadi lantaran akhir-akhir ini para petani merasa kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Khususnya, pupuk jenis Phonska dan SP-36. “Akhir-akhir ini agak susah untuk mendapatkan Phonska dan SP-36. Di tempat pengecer resmi sering kosong karena belum dapat pasokan. Kalau untuk pupuk jenis Urea gampang, stoknya masih ada,” kata Sumardi, petani di Desa Krangganharjo, Kecamatan Toroh. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Grobogan Edhie Sudaryanto ketika dikonfirmasi mengakui jika persediaan pupuk Phonsa dan SP-36 tahun 2016 sudah mulai menipis. Hal ini memicu terjadinya kelangkaan pupuk di sejumlah wilayah kecamatan. Menurut Edhie, persediaan pupuk Phonska saat ini berkisar 200 ton. Sedangkan, pupuk SP-36 sisa stoknya juga berkisar di angka 200 ton. “Persediaan stok Phonska dan SP-36 ini tinggal sedikit. Kalau stok pupuk Urea sampai saat ini memang masih dalam kondisi aman,” katanya. Dengan stok yang ada dinilai tidak mencukupi kebutuhan. Sebab, hingga akhir tahun, kebutuhan pupuk SP-36 dihitung berkisar 1.950 ton. Sedangkan kebutuhan pupuk Phonska sekitar 3.300 ton.“Saya sudah usul ke Kementrian Pertanian tapi belum ada solusi sampai saat ini. Kami berharap segera ada tambahan pupuk subsidi, khususnya Phonska dan SP-36 untuk mencukupi kebutuhan petani,” terang Edhie. Menurutnya, salah satu penyebab kelangkaan pupuk di sejumlah wilayah itu disebabkan adanya perubahan iklim. Di mana, kondisi musim kemarau tahun ini yang cenderung basah karena banyak curah hujan, mengakibatkan ada penambahan areal tanaman padi. Hal ini menjadikan kebutuhan pupuk di lapangan naik dari yang sudah disusun dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) awal tahun lalu. “Perubahan iklim yang terjadi di pertengahan tahun memicu peralihan pola tanam sebagian petani. Yakni, biasanya tanam palawija menjadi tanam padi. Hal ini dilakukan lantaran tanaman palawija rentan gagal panen apabila ada curah hujan tinggi,” imbuhnya. Editor : Kholistiono

Baca Juga

Komentar