Jumat, 29 Maret 2024

Kudus Melawan Lupa

Akrom Hazami
Selasa, 27 September 2016 11:56:27
Akrom Hazami [email protected]
[caption id="attachment_95798" align="alignleft" width="150"]Akrom Hazami red_abc_cba@yahoo.com Akrom Hazami
[email protected][/caption] BEBERAPA waktu terakhir, bencana alam melanda sejumlah daerah di negeri ini. Banjir bandang Garut, dan bencana tanah longsor Sumedang, Jawa Barat, adalah contohnya. Puluhan warga jadi korban meninggal dunia, bahkan tercatat masih ada puluhan yang masih hilang. Belum lagi banjir di Jakarta, serta sejumlah kota yang ramai terjadi belakangan ini. Beritanya menghiasi layar kaca, media cetak, hingga media online. Kita seperti disuguhkan tontonan lama yang kembali diputar. Lebih tepatnya, kita jadi tahu betapa hebatnya dampak yang terjadi jika alam “marah”. Melihat rentetan bencana alam, terutama saat intensitas hujan tinggi seperi sekarang, jadi teringat Kudus. Di Kota Kretek, memori bencana alam hebat terjadi pada 2014. Banjir menenggelamkan permukiman warga di sejumlah wilayah. Ribuan orang terpaksa mengungsi karena rumahnya terendam banjir. Tidak berhenti di situ, ruas jalan pantura juga tak luput dari serangan air bah. Akses nasional penghubung Semarang-Surabaya, pun terputus seketika. “Nyanyian” kemacetan terdengar di mana-mana. Tidak hanya itu, bencana longsor melanda Dukuh Kembangan, Desa Menawan, Kecamatan Gebog. Sekitar 12 orang tertimbun longsor. Histeris keluarga korban menyayat perih. Kepanikan warga tak henti-hentinya mewarnai hari-hari, saa itu. Ujian bertubi-tubi itu membuat Kudus banyak belajar. Perbaikan infrastruktur digalakkan, peninggian jalur pantura dan pembetonan jalan dilakukan. Renovasi saluran irigasi juga dikerjakan. Termasuk, normalisasi sungai.  Bahkan, warga ramai-ramai memperbaiki lingkungan tempat tinggalnya. Dari semangat berbenah diri itulah, kini hasilnya dapat dinikmati. Bencana alam yang melanda Kudus, perlahan berkurang. Daerah yang dulu banjir, kini bisa diminimalisasi. Daerah yang dulu longsor, juga tak lagi terjadi. Tentu itu jadi sebuah kenikmatan indah yang wajib disyukuri bersama. Namun Kudus tak boleh lengah. Kudus tak boleh lupa diri. Kota ini harus konsisten terhadap pemulihan diri pascabencana. Sebab bencana bisa kapan saja terjadi. Terlebih waktu sekarang ini, saat hujan sedang asyik-asyiknya turun. Memori kelam 2014 harus bisa dicegah. Dengan kewaspadaan dan terus berbenah. Salah satunya adalah pemerintah setempat harus bisa mengontrol laju pembangunan kota. Misalnya, penataan ruang terbuka hijau, pelarangan pembeliah lahan produktif yang beralih fungsi, serta konsisten menata lingkungan alam. Simpelnya, penyeimbangan pembangunan dengan penataan lingkungan alam mutlak dikerjakan. Sebab, tak semua lahan hijau, dan persawahan, bisa dikorbankan demi pembangunan fisik semata. Harus ada kontrol yang berkualitas. Melindungi lahan dari pembangunan di sembilan kecamatan, bukan perkara mudah. Karenanya, pemerintah daerah harus intensif berkoordinasi dengan kecamatan dan desa. Harus ada satu suara dalam menata alam dan lingkungan. Sebab banyak pihak yang gila pembangunan, tapi cuek menata lingkungan. Perumahan didirikan tapi merusak lingkungan, dan pabrik dipersilakan berdiri namun lahan jadi korban. Mengejar keuntungan namun mengorbankan kemanusiaan. Mereka mengatasnamakan demi permukiman rakyat, demi kesejahteraan bersama, hingga demi mengurangi tingkat pengangguran.  Itu bisa dilihat dengan banyaknya pabrik berdiri, perumahan, tempat industri, dan lainnya. Contohnya perkembangan sektor properti perumahan. Beberapa waktu terakhir, pengembang baru bermunculan. Mereka ramai menawarkan rumah murah, dengan nilai angsuran yang tak begitu memberatkan. Terutama untuk warga dari kalangan menengah ke bawah. Dengan embel-embel menggiurkan semacam itu, banyak warga tergiur. Pemegang kebijakan daerah harusnya sadar, jika pembangunan harus dikontrol. Sebab dampaknya luar biasa. Belum percaya dengan dampaknya? Contoh simpelnya, perhatikan saat Kudus turun hujan. Dengan intensitasnya tinggi dan lebih dari setengah jam. Pasti banyak titik banjir bermunculan. Sudah saatnya, pemerintah dan warga satu suara menata lingkungan alam. Sederhananya, pembangunan boleh saja, tapi tetap memperhatikan alam dan lingkungan. Jika hal itu diabaikan. Bersiaplah menerima amukan alam. Entah kita, atau anak cucu kita nanti. (*)

Baca Juga

TAG

Komentar