Jumat, 29 Maret 2024

Ragil, Sarjana Arsitektur yang Pilih jadi Peternak Kambing

Edy Sutriyono
Sabtu, 24 September 2016 11:19:24
Ragil Bambang Sumantri (baju orange) dan Istrinya Nurul Azizah Khoiriyah menunjukan susu kambing Etawa di Rumahnya yang sudah dikemas dalam botol. (MuriaNewsCom/Edy Sutriyono)
Murianews, Rembang – Tak banyak pemuda yang memilih beternak kambing usai mengantongi gelar sarjana. Sektor peternakan bukan pilihan utama para tenaga kerja usia produktif. Namun, tak demikian halnya dengan Ragil Bambang Sumantri (34) warga Desa Kemadu RT 3 RW 7 Kecamatan Sulang, Rembang. Usai menyelesaikan kuliahnya di Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang,sarjana arsitektur ini justru beternak kambing Jawa. “Saya mulai beternak kambing itu mulai 2006. Pada saat itu, mencari kerja sangatlah sulit. Oleh karenanya, saya langsung beternak kambing Jawa. Pertama kali ternak hanya sebanyak 8 ekor,” ujarnya. Dalam perkembangannya, pada 2009 lalu, Ragil membentuk kelompok tani ternak bersama rekan-rekan seprofesinya. Kelompok tersebut ia namai Kelompok Tani Taruna Tani Margo Mulyo. Dengan terbentuknya kelompok tani ternak tersebut, kemudian kambing yang dibudidayakan juga semakin berkembang, yakni, bukan hanya jenis kambing Jawa saja, tetapi juga kambing Etawa.“Awalnya saya hanya beli 5 ekor kambing Etawa. Modalnya dari hasil penjualan kambing Jawa dan tabungan yang saya miliki. Jumlahnya sekitar Rp 120 juta,” ungkapnya. Pada 2010 lalu, katanya, kelompok tani ternak yang digagasnya dengan jumlah anggota ketika itu sebanyak 25 orang, pernah meraih peringkat II tingkat Provinsi Jawa Tengah pada lomba peternakan. Bahkan, untuk 2016 ini, meraih juara I tingkat Provinsi Jateng, dan berhak untuk melaju ke tingkat nasional pada 2017 nanti. Ia katakan, beternak kambing Etawa dinilai memiliki nilai ekonomi tinggi. Sebab, susu yang dihasilkan dari kambing Etawa banyak diminati, tidak hanya dari daerah Rembang saja, tapi juga luar daerah, di antaranya Pati, Kudus, Blora bahkan luar Jawa. “Biasanya kami jual secara botolan. Untuk per botol yang berukuran 250 mili liter, kami jual dengan harga Rp 10 ribu. Susu yang kami produksi juga sudah dilakukan tes laboratoium di UGM, dan hasilnya memuaskan,” katanya. Kini, menurutnya, pihaknya tidak hanya sekadar menjual susu cair kambing Etawa saja, namun, pihaknya juga mencoba mengembangkan susu tersebut menjadi produksi lainnya. Di antaranya sabun mandi dan juga panganan ringan. Dari hasil penjualan susu dan produk lainnya tersebut,kini dirinya sudah bisa mengantongi omzet sekitar Rp 20 juta per bulan. Alhamdulillah, hasilnya lumayan. Tahun ini kita juga mendapatkan bantuan program usaha kemitraan (PUK) dari PT Semen Indonesia sebesar Rp 35 Juta," ungkapnya. Editor : Kholistiono  

Baca Juga

Komentar