Kamis, 28 Maret 2024

Nafsu, Kesusu dan Akhirnya Ketipu

Ali Muntoha
Kamis, 8 September 2016 10:10:04
Ali Muntoha [email protected]
[caption id="attachment_93863" align="alignleft" width="150"]Ali Muntoha muntohafdhil@gmail.com Ali Muntoha
[email protected][/caption] SIFAT bawaan dari lahir setiap manusia yang tak bisa dihilangkan adalah nafsu. Tak bisa dipungkiri, nafsu terkadang membawa dampak positif, namun tak sedikit pula nafsu itu membawa ke arah yang menjerumuskan. Dorongan untuk mendapatkan sesuatu dengan cepat inilah, yang kerap menjadikan seseorang melakukan berbagai macam cara untuk mewujudkannya. Mereka menjadi kesusu (tergesa-gesa) untuk mendapatkan keinginnanya. Dari kesusu inilah yang kemudian yang sering membuat orang akhirnya menjadi tertipu. Kita lihat saja, yang baru-baru ini saja terjadi. Sebanyak 177 calon haji di Indonesia tertahan di Filipina, karena mereka menggunakan parpor palsu untuk berangkat ke Tanah Suci. Mereka rela potong kompas, karena nafsu dan kesusu untuk menunaikan rukun Islam yang kelima itu. Kalau mereka tak kesusu tentu mereka akan mengikuti aturan main yang ada di Indonesia. Ikut antre menunggu giliran diberangkatkan. Bukan menyerobot jatah kuota dari negara lain, dengan cara ilegal pula. Nafsu yang merugikan ini juga terjadi pada warga Pati, yang sangat kesusu untuk mendapatkan keuntungan berlebih tanpa kerja keras. Ratusan warga di Bumi Mina Tani ini rela menginvestasikan dana mencapai ratusan juta rupiah, dengan iming-iming bunga atau bagi hasil yang tinggi. PT Berjaya Indah Guna (BIG) yang ada di Pati menawarkan bunga dari 3-4 persen, inilah yang membuat mereka kepincut. Bunga ini tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan bunga yang ditawarkan lembaga keuangan lain, yang rata-rata paling tinggi hanya satu persen saja. Bayangkan, dengan hanya menginvestasikan Rp 50 juta, setiap bulan mereka dijanjikan akan mendapatkan bagi hasil sekitar Rp 1,5 juta. Selama satu dua bulan, janji itu benar-benar ditepati, hingga tak sedikit yang makin kepincut, dan makin kesusu untuk mendapatkan bagi hasil yang lebih dan lebih besar lagi. Dari hanya menitipkan Rp 50 juta, kemudian ditambah menjadi Rp 100 juta, dan ditambah lagi menjadi Rp 200 juta. Coba bayangkan dengan menanamkan uang Rp 200 juta, dengan tawaran bunga 3-4 persen, tiap bulan bisa mengantongi bagi hasil mencapai Rp 5 juta per bulan. Tanpa kerja keras, uang berjuta-juta masuk ke kantong tiap bulan, bagaimana orang tidak kepincut. Namun ternyata, janji-janji itu tak bisa terus ditepati. Hanya beberapa bulan saja, perusahaan itu langsung ingkar, ratusan nasabah gigit jari. Deviden yang dijanjikan tak pernah keluar, bahkan kini mereka cemas, khawatir dana ratusan juta yang mereka tanamkan di perusahaan itu akan hilang. Kabarnya, perusahaan ini sudah berhasil memikat ratusan nasabah, dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp 32 miliar. Ratusan orang ini pun ngamuk mengobrak-abrik kantor PT BIG, namun apa daya kantornya juga sudah kosong. Para petinggi perusahaan itu memang menjanjikan akan mengembalikan dana para nasabahnya pada Oktober 2016 mendatang. Itu setelah aset perusahaan yang mereka miliki sudah berhasil dijual. Namun para nasabah ini juga sanksi, karena khawatir aset perusahaan yang dijual tak mampu menutup semua dana nasabah. Sekali lagi, ini karena nafsu dan kesusu mendapatkan uang banyak tanpa mau bekerja keras. Kasus seperti ini tak kali pertama ini saja terjadi. Sudah sangat sering, dan berulang-ulang. Mereka yang menanamkan dananya untuk investasi bodong ini akhirnya gigit jari, karena ditinggal kabur oleh si pemberi harapan palsu (PHP). Kasus seperti ini mengingatkan kita dengan banyaknya orang yang tertipu dengan iming-iming yang muluk-muluk dari bisnis skema piramida. Skema money game yang kerap berkedok multi level marketing (MLM) ini telah banyak membuat orang tertipu. Banyak orang kepincut dengan iming-iming bonus melimpah, kapal pesiar, rumah mewah, mobil mewah, hingga berangkat haji gratis. Namun sistem ini hanya menguntungkan orang yang berada pada posisi top atau paling atas. Maka tak ayal sering muncul kejadian bisnis ini berakhir dengan si pencetus usaha kabur membawa lari uang investasi pemodal. Skema piramida merupakan skema yang dipopulerkan Charles Ponzi. Bisnis ini bertujuan menarik penanam modal sebanyak-banyaknya, dengan iming-iming bunga yang tinggi. Bahkan jauh di luar kewajaran. Padahal uang yang ditanamkan tidak diputar untuk kegiatan usaha. Normalnya, sebuah investasi, uang modal itu harus digunakan untuk sebuah proyek usaha, yang menghasilkan keuntungan lebih besar dari bunga yang ditawarkan pada penanam modal. Namun pada skema piramida, uang yang ditanamkan tidak ke mana-mana. Uang penanaman modal itu tidak dipakai untuk usaha. Sebaliknya, sang pembuat skema piramida akan mencari orang baru untuk menanamkan modal dengan janji yang sama. Uang yang didapat dari investor kedua digunakan sebagai pembayaran bunga untuk investor yang pertama, dan begitu seterusnya. Artinya, uang hanya berputar saja dari investor yang lebih baru kepada orang yang lebih lama. Uang dari pemodal ini hanya mengalir dari satu orang ke orang lain. Jumlah modal yang terkumpul memang bertambah, namun dengan semakin bertambanya pemodal, dan jika jumlah uang yang keluar untuk membayar bunga tanpa usaha ini lebih besar ketimbang dana baru yang masuk, maka sudah bisa ditebak endingnya. Bisnis ini langsung bangkrut, dan biasanya pencetus usaha langsung kabur. Model-model investasi seperti ini masih berkembang terus hingga saat ini. Karena mereka para tukang PHP ini tahu dan sadar, banyak orang yang ingin mencari kekayaan secara intans. Oleh karenanya, kita harus teliti ketika ingin menginvestasikan dana. Jangan hanya tergiur dengan bunga yang ditawarkan, tapi juga harus memahami sistem kerja bisnis tersebut. Jika masih ragu bisa berkosultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika sudah ada jaminan dari lembaga ini, nyamanlah kita menginvestasikan dana. (*)

Baca Juga

TAG

Komentar