Jumat, 29 Maret 2024

Kaya Nitrogen, Petani Pati Manfaatkan Orok-orok sebagai Pengganti Pupuk Kimia

Lismanto
Jumat, 15 Juli 2016 20:00:38
Seorang petani di Desa Babalan tengah melihat Orok-orok yang dimanfaatkan sebagai tanaman refugia. (MuriaNewsCom/Lismanto)
Murianews, Pati - Tanaman orok-orok ternyata tak hanya berperan sebagai refugia yang mendatangkan predator alami bagi hama padi. Tanaman yang merupakan keluarga Fabaceae atau polong-polongan ini ternyata kaya akan unsur Nitrogen (N) yang bisa dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk kimia.

Sujak, Ketua Poktan Tanah Mas Desa Babalan, Kecamatan Gabus adalah salah satu petani yang sudah memanfaatkan tanaman Orok-orok sebagai refugia, sekaligus pupuk alami. Kandungan biomasa dan Nitrogen yang mencapai 3,01 persen, membuat orok-orok cocok sebagai pengganti pupuk kimia.

"Dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia melalui pemanfaatan Orok-orok, biaya produksi juga berkurang. Hasil panen juga tidak kalah bagus bila menggunakan pupuk kimia. Kalau biasanya saya gunakan 50 kg pupuk ponska dalam satu petak sawah, sekarang tidak lagi. Kami juga sudah tidak pakai pupuk urea," ungkap Sujak.

Hal itu dibenarkan petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (PPOT) Kecamatan Gabus, Sujianto. Pemanfaatan tanaman Orok-orok bisa lebih hemat penggunaan pupuk kimia mencapai 45 persen.

Unsur N sendiri dikenal punya peran penting untuk pertumbuhan tanaman pertanian, mulai dari penguat akar, batang, dan daun. Karena itu, tanaman yang ditanam di pinggiran pematang sawah ini bisa menjadi alternatif bagi petani sebagai pengganti pupuk kimia.

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Babalan, Eny Prasetya menambahkan, saat ini tanaman refugia banyak dikembangkan di Desa Babalan. Petani sudah mulai tahu manfaat Orok-orok sebagai tanaman refugia, sekaligus alternatif pengganti pupuk kimia.

Sejumlah kalangan menyebut, pupuk kimia selain merusak tanah, juga tidak baik untuk kesehatan. Hasil pertanian yang terkontaminasi dengan pupuk kimia disebut sebagai biang kanker. Lebih dari itu, pupuk kimia cenderung memakan biaya produksi yang tinggi.

 Editor : Kholistiono

 

Baca Juga

Komentar