Jumat, 29 Maret 2024

Duuh! 70 Ribu Warga Jateng Ternyata Gila

Murianews
Jumat, 30 Maret 2018 13:21:59
Petugas saat merazia orang gila di Kudus beberapa waktu lalu. (MuriaNewsCom)
Murianews, Semarang – Jumlah orang mengalami gangguan kejiwaan di Provinsi Jawa Tengah ternyata sangat banyak. Catatan Dinas Sosial (Dinsos) Jawa Tengah, setidaknya 70 ribu warga di provinsi ini menderita skizofrenia atau kegilaan. Dari 35 ribu warga Jawa Tengah, setiap 1.000 orang dua di antaranya diketahui mengalami kegilaan. Kepala Dinsos Jateng, Nur Hadi Amiyanto kepada wartawan menyebut, tingkat kegilaan puluhan ribu orang tersebut bervariasi. Bentuk gangguan kejiwaannya juga beragam, mulai dari stres tanpa sebab, kesulitan tidur, hingga melihat orang kesususahan juga masuk kategori kegilaan. ”Kalau yang menderita gangguan kejiwaan ringan sampai berat ada satu dari empat penduduk,” katanya. Ia mencontohkan di Kebumen, jumlah orang yang mengalami gangguan kejiwaan cukup besar. Jumlahnya mencapai sekitar 3.000 orang. Di daerah ini pemerintah sudah menyiapkan rumah singgah untuk melakukan prawatan, meski kapasitasnya terbatas. Menurut dia, dari 35 kabupaten/kota di Jateng tidak semuanya daerah memiliki rumah singgah untuk merawat orang gila. Keterbatasan fasilitas dan anggaran membuat penanganan terhadap orang gila tersebut kurang maksimal. Ia menyebut, Pemprov Jateng hanya mempunyai 12 panti rehabilitasi dengan kapasitas 100 jiwa. Meskipun pada realitasnya, jumlah penderita yang dirawat di panti tersebut selalu melebihi dari kapasitas. “Sesuai aturan, pemprov hanya merehabilitasi yang ditampung di panti. Yang di luar panti, menjadi kewajiban pemkab/pemkot setempat,” ujarnya. Sesuai alur, petugas yangmenemukan orang gila memang harus ditampung terlebih dahulu di rumah singgah di tiap kabupaten/kota. Rumah singgah merupakan tempat awal pemeriksaan dan mengetahui kondisi mereka Setelah mendapatkan perawatan pertama, mereka yang sadar bisa dikembalikan ke keluarga. Dengan catatan mereka harus diberikan perawatan dan obat secara rutin. Namun jika kondisi mereka benar-benar gila, maka dikirim ke panti milik provinsi. ”Kenyataannya, tak semua pemerintah kabupaten/ kota memiliki rumah singgah. Hanya Kebumen,” terangnya. Untuk melakukan perawatan kepada orang gila diakuinya tidak mudah. Pasalnya, selain memberikan obat dan kebersihan, petugas juga harus memperhatikan kebutuhan biologis para penderita. Nur Hadi menyebut, meski gila namun mereka tetap mempunyai dan membutuhkan kebutuhan biologis. Oleh karenanya, petugas selalu menyuntikkan obat KB secara reguler pada penderita perempuan. Editor : Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar