Kamis, 28 Maret 2024

Polemik Pajak Pasir di Magelang, Pemprov : Gubernur Tak Pernah Ngatur, Itu Kewenangan Bupati

Murianews
Kamis, 8 Februari 2018 17:06:34
Demo penambang pasir dan sopir truk di Pemkab Magelang. (detik.com)
Murianews, Semarang - Ratusan penambang pasir dan awak truk menggelar demo di kantor Pemkab Magelang Kamis (8/2/2018) menolak kenaikan pajak/retribusi pasir. Perwakilan Pemkab Magelang yang menemui pendemo menjanjikan akan meneruskan masalah tersebut ke Pemprov Jateng. Pemkab juga beralasan, kenaikan pajak itu berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Tengah. Namun menurut Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng Teguh Dwi Paryono menyatakan, gubernur tidak pernah mengatur pajak tambang mineral. Besaran persentase pajak sepenuhnya kewenangan pemerintah daerah setempat. Seperti diketahui, Pemkab Magelang menerbitkan surat edaran berisi daftar pajak baru pengambilan pasir dan batu yang mulai berlaku 8 Februari 2018. Pajak diberlakukan untuk tiap armada sesuai jenis. Yakni tronton Rp 418.000 dari semula Rp 50.000, engkel Rp 300.000 dari semula Rp 36.000, colt diesel Rp 150.000 dari semula Rp 18.000, dan bak terbuka Rp 43.000 dari semula Rp 5.000. Menurut Teguh, gubernur tidak pernah mengeluarkan aturan pajak tambang mineral. Satu-satunya yang diatur adalah harga patokan penjualan. Aturan termaktub dalam Keputusan Gubernur Nomor 543/30/ Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Bukan Logam dan Batuan. “Harga patokan digunakan sebagai acuan harga jual bagi pemegang izin usaha pertambangan. Jadi untuk pengusaha tambangnya, kami tidak mengatur pajak untuk sopir angkutannya,” kata Teguh. Harga patokan ditentukan per kabupaten/kota untuk tiap meter kubik. Misalnya di Kabupaten Magelang, tanah urug dipatok Rp14.000/m3 dan sirtu Rp125.000/m3. Sedangkan Kabupaten Wonogiri tanah urug Rp15.000/m3 dan sirtu Rp125.000/m3. Sedangkan besaran persentase pajak ditentukan pemerintah kabupaten/kota. Aturan pajak ini berdasarkan regulasi pemerintah pusat yang mengatur batas maksimal yakni 25 persen. “Maksimalnya dari pusat 25 persen, tapi bupati silahkan mau mengenakan satu persen atau 25 persen terserah pak bupatinya,” ujarnya. Kemudian, pajak tersebut menurut Teguh, seharusnya bukan dikenakan untuk sopir atau armada pengangkut. Melainkan untuk pengusaha tambang. Dengan demikian, pengenaan pajak seperti surat edaran Bupati Magelang tersebut salah kaprah. “Pemungutan pajak itu di hulu, bukan di hilir. Karena pajak itu hanya untuk tambang legal. Kalau edarannya seperti di Magelang maka truk yang ambil pasir di tambang ilegal pun dikenai pajak sehingga seolah-olah pasirnya legal, ini tidak benar,” kata Teguh. Teguh menyatakan pihaknya sudah menyosialisasikan keputusan gubernur kepada Pemkab Magelang, pengusaha tambang, dan pengusaha angkutan. “Kalau pajak tetap dikenakan ke sopir ya pantas saja ada gejolak karena bebannya ke sopir berat,” tegas Teguh. Editor : Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar