Jumat, 29 Maret 2024

Polisi Nyamar Sebagai Dea untuk Nangkap Pemuda yang Hina Presiden dan Agamanya di Facebook

Murianews
Kamis, 21 September 2017 17:01:10
Kasubdit II Teddy Fanani menunjukkan bukti ujaran kebencian yang diunggah tersangka Slamet saat gelar perkara di Markas Ditreskrimum Polda Jateng di Banyumanik, Kamis (21/9/2017). (Antarajateng.com)
Murianews, Semarang – Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah menangkap seorang pemuda pelaku ujaran kebencian berbau suku, agama, rasm dan antargolongan (SARA) melalui media sosial Facebook. Pelaku yang dibekuk bernama Slamet Wibowo (29), warga Cangkiran, Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Melalui akun Facebook Rio Wibowo, tersangka mengunggah konten kebencian, termasuk penghinaan kepada Presiden Jokowi. Kasubdit Ekonomi Khusus Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Teddy Fanani mengatakan, pengungkapan kasus ini dari patroli Unit Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri. Timnya langsung melakukan penyelidikan, dan mengetahui identitas pemilik akun. Untuk melakukan penangkapan, polisi diterjunkan dengan menyamar sebagai perempuan, untuk mengajak ketemuan. ”Kami menyamar menjadi seorang wanita bernama Dea dan melakukan chatting via WA, sehingga tersangka tertarik,” katanya saat jumpa pers, di kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Kamis (21/9/2017). Setelah pemilik akun terpancing, kemudian tersangka diajak melakukan peremuan pada Selasa (19/9/2017). Pada saat pertemuan itulah sekitar pukul 17.15 sore dilakukan penangkapan. Petugas mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk telepon seluler yang diduga digunakan pelaku untuk mengunggah status-status berbau SARA itu. Dari keterangannya, lanjut dia, pelaku yang diketahui beragama Islam itu mengaku kecewa dengan agama yang dianutnya. Meski demikian, polisi masih mendalami kebenaran motif pelaku itu. "Biasa, kalau pelaku kriminallitas tertangkap ada saja alasannya," ujarnya. Postingan ujaran kebencian diunggah tersangka selama satu tahun terakhirm, sejak bulan Juli 2016 hingga Agustus 2017. Tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sementara Slamet mengaku mengungah konten kebencian karena kecewa dengan pemerintahan dan agama yang dianutnya. Ia juga menyebut, postingan itu sebagai pembelaannya. "Saya melakukan pembelaan dengan cara memosting di facebook agar masyarakat tahu. Saya kecewa dengan pemerintahan saat ini,” akunya. Editor : Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar