Jumat, 29 Maret 2024

Guru Idaman yang Memberi Kenyamanan

Murianews
Jumat, 4 Agustus 2017 15:20:42
Choirur Rijal
[caption id="attachment_121984" align="alignleft" width="150"] Choirur Rijal, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Walisongo[/caption] Dalam dunia pendidikan, guru merupakan unsur paling urgen. Sebab, baik buruknya sebuah lembaga pendidikan ditentukan oleh standar kompetensi dan kualitas gurunya. Namun tampaknya, hal semacam itu masih sulit dijumpai di Indonesia. Masih banyak aspek yang harus ditingkatkan untuk mencapai pendidikan yang ideal. Dalam konteks ini, masih banyak guru yang hanya fokus pada satu aspek umum semata dan mengabaikan aspek-aspek yang lain. Sebagian guru masih beranggapan bahwa murid yang baik adalah murid yang patuh, taat kepada guru maupun aturan-aturan yang berlaku di sekolah. Selain itu, masih banyak di antara para guru beranggapan bahwa murid idaman itu adalah murid yang berakhlak baik, selalu juara kelas, dan memiliki prestasi-prestasi yang membanggakan bagi sekolah. Namun sebaliknya, ketika ada murid yang memiliki kelakuan dan prestasi yang berbalik 180 derajat dengan paradigma kebanyakan orang, maka guru cenderung akan melabeli murid tersebut dengan anak kurang ajar, bodoh, tidak punya tata krama, idiot, dan lain sebagainya. Lalu,  seusai pemberian label, guru mulai terkooptasi dengan suudzon atau berprasangka buruk kepada siswa tersebut. Tentu, hal ini merupakan tindakan yang salah kaprah, karena sesungguhnya apabila guru tersebut mau menelaah dengan metode yang benar, maka mereka akan menemukan beberapa kemungkinan. Pertama, kesalahan pada treathment ataupun hukuman yang diberikan kepada murid, sehingga siswa semakin bodoh, bandel, dan mengalami stagnanisasi ilmu pengetahuan. Kedua, murid memiliki masalah di luar sekolah. Dalam konteks ini, mungkin siswa mengalami problematika yang sangat berat, sehingga berpengaruh pada kejiwaannya yang mengerucut pada perangainya. Misalnya masalah keluarga, masa lalu yang menyedihkan, dan lain-lain. Ketiga, kesalahan dalam bergaul. Analogi sederhananya yaitu “seseorang akan ketularan wangi ketika berkumpul dengan penjual minyak wangi. Sebaliknya, seseorang akan tertular bau tidak sedap, ketika berkumpul dengan penjual kambing.” Apabila analogi ini dikontekstualisasikan dengan murid, maka bisa jadi murid tersebut berkumpul dengan orang-orang yang memiliki kelakuan dan perangai yang buruk, sehingga siswa melakukan perbuatan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, para guru harus mengubah mindset. Dalam artian, guru tidak hanya melihat peserta didik dari satu sisi, akan tetapi melihat dari berbagai sisi. Salah satunya dengan melihat faktor penyebab peserta didik menjadi sosok pemalas, nakal, dan lain sebagainya. Dalam konteks ini, guru harus memberikan apa yang dibutuhkan dan menjadi minat peserta didik. Selain itu, guru harus memberikan kenyamanan, bukan malah menyebarkan virus kebencian, sehingga dapat memunculkan peperangan antara peserta didik dan guru.   Menjadi Sosok Ideal Bagi Siswa Bagi para guru, menjadi pendidik adalah tugas yang sangat berat. Sebab, seorang guru tidak hanya bertugas untuk memberikan keilmuan yang bersifat kognitif, artinya mengajarkan siswa tentang pelajaran-pelajaran umum. Akan tetapi, guru juga harus memperhatikan aspek afektif yang saat ini  dari waktu ke waktu mulai mengalami krisis  di kalangan peserta didik. Oleh karena itu, role of teacher menjadi sangat penting untuk membimbing para siswa menjadi insan yang lebih baik dan juga bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, maupun bangsa dan negara di kemudian hari. Hal ini sesuai dengan teori behaviorism. Dalam teori ini, menyatakan bahwa seseorang dikatakan sukses dalam pembelajaran, ketika seseorang tersebut menunjukkan perubahan sikap dan perilaku (dari buruk menjadi baik). Dalam merealisasikan ekspektasi itu, guru perlu menjalin harmonisasi dengan murid-muridnya. Dalam konteks ini, guru sebagai manajer, sehingga ia harus mampu mengetahui kebutuhan dan ketertarikan muridnya. Hal ini merupakan langkah awal untuk menentukan strategi belajar yang baik, tepat, dan efektif untuk mengidentifikasi kompetensi murid dalam suatu bidang tertentu. Cara ini sangat bermanfaat untuk mengenal perbedaan-perbedaan yang ada pada setiap peserta didiknya, termasuk dalam hal mengenal karakter. Karakter merupakan sesuatu yang unik yang dimiliki setiap individu. Selain itu, karakter tidak dapat dipahami dengan memandang sebelah mata, akan tetapi karakter hanya bisa dipahami dengan membuka mata selebar-lebarnya,yaitu dengan cara mengenal lebih dalam keunikan yang ada dalam suatu karakter di dalam diri seseorang. Dengan mengenalnya, diharapkan kita akan menemukan solusi yang tepat dan efektif dalam mengatasi masalah-masalah yang ada di dalam diri individu. Demikian pula, apabila teori tersebut diterapkan pada hubungan guru dan murid, maka hasilnyapun akan berdampak positif bagi keduanya. Ketika guru mampu mengenal dengan baik karakter, ketertarikan, dan kebutuhan dari peserta didiknya, maka akan menjadi sebuah keniscayaan peserta didik akan menjadi insan yang baik secara kognitif maupun afektif. Di sisi lain, terdapat hal penting yang harus diperhatikan oleh guru ketika ingin mendulang kesuksesan mendidik muridnya. Yaitu guru harus menjadi panutan dan teladan yang baik bagi murid-muridnya. Dalam konteks ini, guru mampu memberikan stimulan-stimulan yang tidak hanya bersifat verbal, akan tetapi juga berupa tindakan nyata. Misalnya masuk kelas dengan tepat waktu, bersikap bijak, dan profesional. Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi guru idaman bagi peserta didiknya. Semoga negeri ini memiliki tenaga pengajar yang mumpuni dalam mendidik generasi bangsa dengan baik dan profesional, sehingga kita berharap Indonesia akan memiliki generasi-generasi yang unggul, baik secara intelektual maupun akhlak di kemudian hari. Wallahua’lam Bishawab. (*) (Choirur Rijal, warga Jaken, Pati, juga Peneliti di Lembaga Kajian Kebudayaan, Poitik, dan Keagamaan UIN Walisongo Semarang)

Baca Juga

Komentar