Kamis, 28 Maret 2024

Petani Gunungwungkal Mulai Kembangkan Kopi Luwak Sintetis

Lismanto
Kamis, 27 April 2017 08:00:30
Petani kopi di Gunungwungkal mengikuti pelatihan fermentasi kopi. (MuriaNewsCom/Lismanto)
Murianews, Pati - Kelompok Tani  Mulya Mandiri, Desa Sidomulyo, Kecamatan Gunungwungkal mulai mengembangkan kopi luwak sintetis dengan cara fermentasi. Kendati tidak dimakan binatang luwak, tetapi hasilnya kurang lebih sama. Kopi fermentasi dan luwak memiliki kadar asam yang rendah, sehingga aman dikonsumsi bagi penderita asam lambung. "Kopi fermentasi mirip dengan luwak. Meski tidak dikonsumsi binatang luwak, tapi kadar asamnya sedikit sehingga harganya mahal," ujar Ketua Poktan Mulya Mandiri Mustakin. Ada dua fermentasi yang bisa dilakukan petani, yakni fermentasi basah dan kering. Keduanya butuh waktu 24 jam pertama dan 10 jam kedua. Butuh bantuan enzim dengan kadar tertentu agar proses bisa berjalan baik. Setelah proses pertama dan kedua selesai, biji kopi dikeringkan dan dijual. Bila ingin menjual dalam bentuk kopi giling yang tinggal seduh, harus disangrai dan digiling. "Kami memanfaatkan kopi yang dipetik dari lereng Pegunungan Muria. Dengan demikian, Pati punya kopi pilihan yang difermentasi dengan cita rasa dan kualitas yang mirip dengan kopi Luwak," ucap Mustakin. Jika kopi biasa dijual dengan harga Rp 28 ribu per kilogram, kopi fermentasi dijual dengan harga Rp 58 ribu untuk grade A, Rp 45 ribu untuk grade B, dan Rp 33 ribu untuk grade C. Dia berharap, inovasi kopi fermentasi dari poktan Mulya Mandiri bisa meningkatkan ketahanan pangan, serta kesejahteraan petani kopi. Peneliti pangan dari CV Cahya Sejati Mandiri, Diana Cahyaningrum mengungkapkan, fermentasi kopi melibatkan bakteri dalam enzim yang sama dengan bakteri dalam pencernaan binatang Luwak. Misalnya, pelibatan bakteri selulolitik, proteolitik dan xilanolitik. Menurutnya, teknologi tersebut mengadaptasi fermentasi biji kopi di dalam pencernaan Luwak. Proses fermentasi pun diakui mirip dengan proses kopi luwak di mana luwak memakan kulit kopi dan mengeluarkan biji melalui feses. Cara itu diakui sangat efektif di tengah tuntutan kopi dengan kadar asam yang minim, sekaligus menciptakan kopi luwak tanpa harus melibatkan luwak. "Biaya produksi menggunakan hewan luwak langsung itu mahal, karena ada biaya perawatan. Karenanya, kopi fermentasi dengan konsep mirip pencernaan Luwak menjadi jawabannya," imbuh Diana. Editor : Kholistiono

Baca Juga

Komentar