Kamis, 28 Maret 2024

Jangan Sampai Pelarangan Truk Melintas di Pantura Rembang jadi Masalah Baru

Ali Muntoha
Kamis, 12 Januari 2017 12:41:49
Ali Muntoha [email protected]
[caption id="attachment_105363" align="alignleft" width="150"]Ali Muntoha muntohafadhil@gmail.com Ali Muntoha
[email protected][/caption] TINGGINYA angka kecelakaan di jalur pantura Kabupaten Rembang memang selalu jadi masalah. Tiap tahun angkanya cenderung meningkat, dengan dominasi kendaraan roda dua. Banyaknya kendaraan berat yang melintas di jalur itu, juga disebut-sebut menjadi pemicu terjadinya kecelakaan. Selama tahun 2016 kemarin, hasil evaluasi yang dilakukan Polres Rembang kasus kecelakaan paling banyak terjadi pada pagi hari yakni antara pukul 06.00 WIB hingga 09.00 WIB. Jam tersebut bertepatan dengan jam berangkat sekolah dan masuk kerja. Di Rembang setiap harinya ada sekitar 22.000 unit kendaraan yang melintasi jalur pantura, yang didominasi kendaraan sumbu enam. Dan jam paling sibuk adalah jam masuk sekolah. Di Rembang banyak sekali sekolah-sekolah yang berada di pinggir jalur pantura Rembang. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana padatnya jalur tersebut saat jam masuk sekolah. Dari sinilah muncul rencana untuk pelarangan truk besar melintas di jalur pantura Rembang pada jam sekolah. Selama satu jam mulai pukul 06.15 WIB hingga 07.15 WIB truk-truk besar tidak boleh melintas di jalur nasional yang sibuk tersebut. Memang belum ada kepastian kapan kebijakan ini akan diterapkan. Namun sejumlah pihak baik aparat kepolisian maupun Dinas Perhubungan (Dishub) Rembang sudah mulai melakukan sosialisasi mengenai aturan anyar ini. Kebijakan ini secara langsung memang akan bisa berdampak positif terhadap penurunan angka kecelakaan dan kemacetan di jam rawan jam masuk sekolah. Namun di sisi lain, kebijakan ini juga akan membawa ekses negatif dari berbagai aspek. Dari sisi ekonomi misalnya, dengan dilarangnya kendaraan berat pengangkut barang melintas, maka akan membuat terhentinya pasokan barang selama satu jam. Kerugian dari sisi bisnis dan ekonomi dalam waktu satu jam itu nilainya bisa sangat besar. Kemudian, dengan digelarnya aturan ini maka mengharuskan seluruh kendaraan berat dari arah timur maupun barat harus berhenti dan memarkirkan kendaraanya. Ini yang jadi masalah baru, wilayah yang akan menjadi tempat parkir sementara truk-truk tersebut yakni pantura Pati (untuk kendaraan dari arah Semarang), dan Tuban bagi kendaraan dari arah Surabaya. Ketersediaan kantong-kantong parkir di daerah ini yang harus dipikirkan. Apakah sudah ada koordinasi lintas daerah mengenai kebijakan ini? Karena yang akan kenda dampak menjadi tempat parkir yakni dua daerah tersebut. Padahal ketersediaan kantong parkir di Pati saja misalnya, masih sangat minim. Akibatnya nanti truk-truk besar itu akan parkir di sembarang tempat di pinggir jalan. Di Pati tempat yang akan menjadi lokasi parkir tentunya pinggir jalur pantura Juwana-Batangan. Di sepanjang jalan ini nantinya bakal ada pemandangan baru truk berhenti berjajar. Alhasil kondisi ini juga akan berdampak pada masalah lalu lintas lagi. Karena truk-truk tersebut akan parkir sembarangan dengan memakan badan jalan. Maka kerawanan terjadinya kecelakaan lalu-lintas menjadi semakin besar. Jika seperti ini, bukannya meyelesaikan masalah tapi hanya memindah masalah. Memindah masalah kecelakaan di Rembang ke daerah-daerah sekitar Rembang saja. Kondisi ini yang harus dipikirkan secara serius oleh berbagai pihak yang berkompeten. Jangan sampai kebijakan yang berniatyan baik itu justru menjadi blunder karena dampaknya justru yang tidak baik. Solusi yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah kemacetan dan kecelakaan lalu lintas di jalur pantura Rembang itu yakni mempercepat rencana pembangunan jalur lingkar. Karena rencana ini seolah mandek setelah sejak beberapa tahun digulirkan. Mandeknya rencana pembangunan ini bukan karena keinginan pemerintah daerah setempat, namun lambatnya proses tahap FS atau uji kelayakan di Balai Pelaksana Jalan Nasional (B2PJN) V Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera). Padahal jalur lingkar yang rencananya dibangun sepanjang 25,67 kilometer dengan melintasi 3 Kecamatan, yaitu Kaliori, Rembang, dan Lasem tersebut sangat efektif untuk mengendalikan tingginya arus lalu lintas di dalam kota. Kendaraan berat tak akan menjadi gangguan, dan roda ekonomi makro juga tak akan terganggu dengan kebijakan pelarangan operasional, karena truk-truk masih bisa terus beroperasi. Pemerintah setempat harus terus mendorong pemerintah pusat agar proses uji kelayakan tersebut segera kelar, sehingga proses pembangunan bisa segera dimulai. Memang membutuhkan waktu yang tidak cepat untuk membangun jalur lingkar ini, namun jalan ini akan menjadi solusi jangka panjang atas masalah lalu lintas di Rembang yang selama ini membuat pusing. (*)

Baca Juga

Komentar