Jumat, 29 Maret 2024

Robohnya Atap SDN 2 Golantepus Jadi Potret Lambannya Tindakan Pemerintah

Supriyadi
Selasa, 20 Desember 2016 10:24:07
Supriyadi [email protected]
[caption id="attachment_103359" align="alignleft" width="150"]Supriyadi terassupriyadi@gmail.com Supriyadi
[email protected][/caption] ROBOHNYA atap SDN 2 Golantepus, Kecamatan Mejobo harus menjadi pelajaran berharga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus. Apalagi, dari pemberitaan media, termasuk MuriaNewsCom, kondisi atap SD tersebut memprihatinkan sejak 2011 lalu. Sementara, kepala sekolah yang menjabat bukan tidak mau mengadu ke pemerintah. Hampir tiap tahun, ia mengajukan perbaikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan. Sayang, usulan tersebutselalu ditolak. Giliran diterima, baru akan direalisasikan pada 2017 mendatang. Namun, ibarat penyakit yang sudah menaun, atap sekolah KO duluan.  Dua atap bahkan roboh secara bersamaan, Senin (19/12/2016) pagi. Beruntung tak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. Padahal, satu jam sebelum roboh, puluhan siswa baru mengembalikan raport. Kasus SDN 2 Golantepus sebenarnya bukan satu-satunya di Kudus. Selasa (11/10/2016) lalu, puluhan siswa SD 3 Demaan, Kecamatan Kota, nyaris ketiban atap plafon sekolah. Beruntung, meski lapuk, kayu penyangga plafon tersebut tak langsung ambrol dan siswa yang sedang mengikuti kegiatan belajar langsung bisa diungsikan. Meski tak ada korban, namun kegiatan belajar sempat terganggu. Puluhan siswa di ruangan yang ambrol akhirnya melanjutkan kegiatannya di Musala. Hal itu pun dilakukan beberapa hari hingga plafon atap sekolah selesai diperbaiki. Kasus SD 3 Demaan tersebut terbilang cukup beruntung dibanding SD 2 Golantepus. Meski berpas-pasan dengan libur panjang, namun SD 2 Golantepus memiliki pekerjaan yang lebih banyak. Kepala SD 2 Golantepus Kusno langsung ambil langkah cekatan. Ia pun seolah tak mau ambil risiko. Ruangan kelas lainnya yang sama-sama sudah berumur dan memprihatinkan dipastikan tak akan digunakan untuk kegiatan belajar. Mereka akan dipindah ke tiga tempat berbeda. Puluhan siswa dari dua kelas (V dan VI) di TPQ setempat, dua kelas di gedung baru perpustakaan, dan sisanya lagi menggunakan ruangan kelas 1 yang baru dibangun. Hal itu untuk mencegah jatuhnya korban jika sewaktu-waktu atap yang belum pernah di renovasi sejak tahun 2000-an itu ambruk. Melihat fakta tersebut, harusnya Dinas Pendidikan bisa mengantisipasi hal tersebut lebih dini. Meski DAK adalah kewenangan pemerintah setempat, namun pihak dinas harusnya lebih sering turun ke lapangan untuk meninjau keadaan sekolah yang mengajukan renovasi. Peninjauan tersebut untuk memeriksa gedung sekolah yang diajukan. Jika memang keberadaan sekolah tidak memungkinkan, dinas bisa memberikan laporan langsung kepada bupati. Hal itu dimaksudkan supaya pemerintah bisa mendapatkan data riil di lapangan. Dengan data lapangan yang akurat serta ada perkiraan daya tahan bangunan, setiap pemimpin daerah tentu akan memiliki ancang-ancang untuk pemberian bantuan. Kalaupun tidak bisa didanai DAK karena keterbatasan anggaran, dinas bisa memberikan arahan renovasi menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Apalagi, Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kudus, Kasmudi, beberapa kali menjelaskan, jika dana BOS dari pusat bisa digunakan untuk merenovasi bangunan sekolah. Hanya saja, penggunaan dana BOS untuk renovasi bangunan tersebut, dibatasi 10 persen dari dana yang diterima sekolah. Itupun, bangunan masuk dalam kategori rusak ringan. Artinya, sekolah bisa melakukan pembenahan jika mendapati kerusakan ringan. Dengan perawatan tersebut, tidak mungkin ada sekolah mengalami kerusakan parah seperti SD 2 Golantepus dan roboh sebelum sempat diperbaiki. Selain itu, dikutip dari website resmi Kemendikbud RI, dana BOS selalu tersalurkan tiap tahun. Hanya jumlahnya berbeda-beda dan dicairkan setiap tiga bulan (triwulan) sekali. Sekolah yang mendapat BOS juga lengsung menerima melalui rekening. Kendati demikian, tidak semua sekolah faham betul dengan Juklak atau Juknis penggunaan 10 persen anggaran BOS tersebut. Dengan kata lain, Disdikpora harus mau menjelaskan secara rutut petunjuk teknis ke sekolah-sekolah supaya tak ada lagi berita sekolah roboh. Jangan sampai, niatan untuk membantu dunia pendidikan supaya selaras malah membuat pihak sekolah terjerat kasus hukum. Ini mengingat penggunaan dana BOS sangat rentan dengan persoalan hukum. Guna meminimalisir hal tersebut, dinas bisa bekerja sama dengan Dewan Pendidikan setempat. Peranan dewan pendidikan sebagai fungsi kontrol bakal memudahkan pengawasan pembangunan. Jika itu berjalan, kasus robohnya sekolah dipastikan bisa ditekan. Pemerintah pun bisa menggeber kualitas pendidikan tanpa kendala prasarana. Yang lebih penting lagi, pemerintah tidak terkesan lamban untuk merenovasi sekolah. (*)

Baca Juga

TAG

Komentar