Kamis, 28 Maret 2024

ES Moni Digandrungi Kaum “Bermata Merah” di Pati yang Merusak Akal Sehat

Ali Muntoha
Senin, 7 November 2016 10:00:19
Ali Muntoha [email protected]
[caption id="attachment_99966" align="alignleft" width="150"]Ali Muntoha muntohafadhil@gmail.com Ali Muntoha
[email protected][/caption] NAMANYA es moni, namanya cukup cantik, centil dan menggoda. Jika tidak tahu, orang pasti mengira minuman ini layaknya es cendol yang manis, segar dan menggoda saat siang yang terik. Dilihat dari namanya, minuman ini pasti sangat laku dan jadi favorit. Namun nyatanya, minuman ini tak seindah dan secantik namanya. Es moni ini sangat merusak, dan berbahaya. Dampaknya sangat berbahaya untuk kesehatan, karena minuman ini bukanlah minuman yang layak untuk dikonsumsi manusia. Minuman ini masuk kategori minuman keras oplosan. Entah seperti apa sejarahnya hingga minuman ini diberi nama es moni. Yang jelas, komposisi es moni adalah campuran atau oplosan dari sejenis arak, susu, minuman suplemen, air putih, dan es batu. Semua bahan itu lantas dicampur dengan takaran yang sesuai kehendak penjualnya. Minuman ini sangat populer di kalangan kaum “bermata merah” di daerah Margoyoso, Kabupaten Pati. Kenapa penulis menyebut sebagai kaum “bermata merah”, karena pecinta minuman ini adalah para pecinta minuman keras, pemabuk, dan lainnya, yang jika sudah menenggak minuman setan kayak ini matanya menjadi memerah. Minuman ini sangat laris manis, Karena harganya murah meriah sesuai dengan kantong para kaum “bermata merah” itu. Minuman ini dijual dalam bentuk kemasan plastik bening dengan harga tak lebih dari Rp 10 ribu per bungkusnya. Sangat murah untuk kategori minuman keras. Saking populernya minuman ini, penjualnya pun tak sembunyi-sembunyi menjual minuman ini. Tak seperti penjual miras lain yang saling petak umpet dengan aparat. Mereka para penjual es moni ini santai-santai saja menjajakan dan menawarkan minuman tersebut. Namun bagaimana juga es moni punya kandungan yang tak biasa, yang berpotensi merusak organ-organ dalam yang mengonsumsinya. Komposisi es moni yang meski di dalamnya terdapat suplemen, tak bisa menjamin minuman ini aman. Apalagi bahan yang paling dominan di dalam komposisinya adalah arak yang sangat memabukkan. Dampak mengonsumi minuman ini ada yang bilang bisa menambah kebugaran, vitalitas dan lainnya. Tapi siapa yang bisa menjamin orang yang mengonsumsinya bisa berumur panjang. Pengalaman di berbagai tempat, orang-orang yang mengonsumsi miras oplosan justru nyawanya cekak. Peredaran minuman keras di Margoyoso, dan daerah-daerah lain di Kabupaten Pati sudah sangat mengkhawatirkan. Razia yang dilakukan aparat baik polisi maupun Satpol tak membuat mereka sadar. Jangankan sadar, takut saja tidak. Buktinya, berkali-kali digerebek, ditangkap, diadili, tetap saja mereka kembali menjual minuman setan ini. Sebut saja, Sri Munindah, (44), warga Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Orang ini dikenal sebagai penjual minuman keras terbesar di kecamatan itu. Berbagai jenis minuman keras ia jual, dan ia pula yang menjadi distributor atau tempat kulakan para penjual miras dari berbagai daerah di sekitarnya. Omzetnya dari jualan miras ini luar biasa besar, setiap hari jutaan rupiah bisa ia kantongi dari berjualan minuman keras Sri Munindah sudah berkali-kali kena razia, bahkan terakhir ia sempat diadili di Pengadilan Negeri (PN) Pati pada Senin 17 Oktober 2016 lalu. Meski ia adalah penjual miras terbesar, namun coba lihat apa hukuman yang didapatkannya dari berjualan barang haram tersebut. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pati hanya menjatuhi hukuman berupa denda sebesar Rp 1,5 juta rupiah. Jumlah yang sangat kecil, bila dibandingkan dengan omzet yang didapatkan dari jualan minuman itu, dan dampaknya untuk masyarakat luas. Kejahatan menjual atau mengedarkan minuman keras secara hokum hanya akan diproses dengan tindak pidana ringan (tipiring). Jadi jangan heran jika penjual minuman keras yang kena gerebek ujung-ujungnya hanya membayar denda, dan barang dagangannya disita saja. Padahal dampak dari peredaran miras itu sangat-sangat merugikan. Tak hanya dari sisi kesehatan, namun dampak sosial lainnya yang sangat serius. Hingga saat ini minuman keras masih menjadi salah satu penyebab dari munculnya tindakan-tindakan negatif dan awal dari munculnya aksi kejahatan. Sehingga sanksi atau hukuman yang diberikan itu sangat kecil bila dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan. Bagi Sri Munindah, uang denda sebesar Rp 1,5 juta itu sangat mudah untuk dibayar. Bahkan uang sebesar itu, bisa dengan mudah ia dapatkan dengan satu hari jualan miras. Lemahnya hukuman yang diberikan bagi para penjual minuman keras inilah, yang menjadi salah satu penyebab bandelnya para penjual miras ini. Coba kalau perlakuan penjual miras ini sama seperti pengedar narkoba, maka urusannya pasti lain. Selain itu, sampai saat ini tidak ada upaya pendampingan serta pengawasan yang terpadu yang dilakukan pemerintah terhadap para penjual ini. Mereka setelah diadili, sudah dilepaskan begitu saja tanpa ada pendampingan. Mereka hanya sesekali didatangi (lebih tepatnya dirazia) jika kebukti jualan lagi, maka diproses lagi. Para penjual ini tak didampingi untuk beralih profesi atau jualan yang lain. Sehingga dengan alasan ekonomi, mereka akan kembali jualan miras lagi. Begitu berulang-ulang, karena tidak langkah-langkah terpadu yang dilakukan untuk menginsyafkan para penjual miras ini, supaya bisa hijrah ke bisnis yang lain. Ini yang harus dipikirkan pihak-pihak yang berwenang, bagaimana meningkatkan upaya pencegahan, pemberantasan dan yang terpenting mengupayakan para mantan penjual miras ini tertata ekonominya, tanpa harus berjualan barang haram. (*)

Baca Juga

Komentar