Jumat, 29 Maret 2024

Wow, Anak Buruh Tani Ini Ternyata Pernah jadi Pembicara di Markas Besar PBB

Dani Agus
Minggu, 23 Oktober 2016 12:24:40
Nurul Indriyani ternyata pernah diundang jadi pembicara di Markas Besar Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (MuriaNewsCom/Dani Agus)
Murianews,Grobogan - Meski saat ini baru berusia 19 tahun, namun sudah banyak pengalaman yang didapat Nurul Indriyani. Di antara pengalaman berharga yang didapat anak seorang buruh tani ini ternyata pernah diundang jadi pembicara di Markas Besar Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat bulan Oktober tahun 2012 lalu. “Acaranya waktu itu, launching Hari Anak Perempuan Internasional dan saya diminta jadi salah satu pembicaranya. Saya ngomong soal pencegahan pernikahan anak dan mendorong anak-anak perempuan agar tetap bersekolah. Itu merupakan salah satu pengalaman yang tidak akan terlupakan. Saat itu, saya masih kelas I SMA,” kata anak pertama dari dua bersaudara itu. Pada bulan Juli 2013, Nurul kembali mendapat undangan untuk menghadiri dua acara di Amerika Serikat. Pertama, menghadiri acara Malala Day di Markas PBB New York dan dilanjutkan mengikuti pelatihan kepemimpinan di Kota Rhode Island. Nurul berada di negeri Paman Sam itu selama 10 hari. Selain mengikuti kegiatan resmi, gadis kelahiran 17 Mei 1997 itu juga berkesempatan untuk mengunjungi beberapa tempat wisata di sana. Selama ini, Nurul memang sangat peduli terhadap masalah pernikahan perempuan yang masih dalam usia anak atau di bawah 18 tahun tersebut. Sebagai bentuk kepeduliannya, dia sangat rajin mengikuti berbagai kegiatan yang bertujuan mencegah pernikahan anak tersebut. Nurul mengaku, kepeduliannya terhadap masalah tersebut berawal dari cerita Ibunya Siti Musa’adah. Di mana, sang ibu bercerita ketika menikah dulu, usianya masih 15 tahun. Ibunya, terpaksa menikah karena mengikuti kemauan orang tua. Padahal, dalam hatinya masih terbersit keinginan untuk bisa sekolah lebih tinggi. “Dari cerita ibu inilah saya kemudian punya tekad kuat untuk bisa mencegah terjadinya pernikahan anak. Kedua orang tua juga berupaya agar anak-anaknya bisa terus sekolah dan jangan sampai menikah di usia dini,” kata gadis manis yang menamatkan sekolahnya dari TK sampai SMA di bawah naungan Yayasan Manbaul Ulum, Karangawen, Demak itu. Terkait pernikahan anak itu, Nurul dan kawan-kawannya sempat melakukan riset sederhana di desanya. Dari tahun 2007-2013 ada 31 pernikahan usia anak yang ditemukan. Dari riset sederhana itulah, Nurul dibantu berbagai pihak akhirnya berupaya untuk melakukan sosialisasi pada masyarakat. Tidak hanya di desanya saja, tetapi juga di berbagai kota lainnya. Namun, upaya untuk menghilangkan kasus pernikahan anak itu belum bisa dihilangkan. Tetapi setidaknya sudah ada penurunan. “Di kalangan masyarakat ada paradigma kalau anak perempuan tidak segera menikah nanti jadi perawan tua. Nah, paradigma ini harus bisa dihilangkan. Tetapi, memang butuh waktu dan kesabaran untuk memberikan edukasi pada masyarakat,” imbuhnya. Editor : Kholistiono

Baca Juga

Komentar